3. Etika Sosial dan Moralitas Interpersonal
Dari sisi filsafat moral dan etika sosial, perselingkuhan memunculkan perdebatan antara absolutisme moral dan relativisme kontekstual. Pandangan deontologis (Kantian) memandang kesetiaan sebagai kewajiban moral yang tidak dapat ditawar, sementara pendekatan utilitarian mempertimbangkan konteks, konsekuensi, dan intensi tindakan.
Beberapa pemikir kontemporer seperti Zygmunt Bauman dan Anthony Giddens telah mencermati transformasi relasi intim dalam masyarakat modern yang cair (liquid modernity), di mana ikatan menjadi lebih lemah, sementara kebutuhan akan pengakuan, otonomi, dan aktualisasi diri meningkat. Dalam kerangka ini, perselingkuhan sering kali mencerminkan ketegangan antara komitmen sosial dan pencarian eksistensial yang lebih personal.
Etika post-konvensional, sebagaimana dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg dan Carol Gilligan, juga membuka ruang untuk memahami konflik moral dalam perselingkuhan sebagai bentuk dialektika antara nilai keadilan dan nilai kepedulian.
Tinjauan pustaka ini menunjukkan bahwa perselingkuhan bukan semata-mata soal pelanggaran moral atau kegagalan individu, tetapi merupakan fenomena multidimensional yang berakar pada kebutuhan psikologis, dinamika relasional, struktur sosial, dan nilai budaya. Oleh karena itu, diperlukan kerangka teoritis yang mampu menangkap kompleksitas dan ambivalensi tersebut secara lebih menyeluruh dan reflektif.
B. Konsep Utama: Flu Psiko-Emosional, Imunitas Kesadaran, dan Sistem Relasional Terbuka
Dalam upaya menawarkan pendekatan konseptual baru terhadap fenomena perselingkuhan, tulisan ini mengusulkan tiga konsep metaforis dan reflektif yang saling berjalin: flu psiko-emosional, imunitas kesadaran, dan sistem relasional terbuka. Ketiganya berfungsi sebagai kerangka pemaknaan alternatif untuk membaca perselingkuhan tidak semata sebagai deviasi moral, melainkan sebagai dinamika intersubjektif yang kompleks.
1. Flu Psiko-Emosional: Metafora Kontaminasi Afeksi dan Ambiguitas Dorongan
Konsep flu psiko-emosional digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan kondisi di mana seseorang "terinfeksi" oleh afeksi dan atensi dari luar relasi utamanya. Seperti halnya virus influenza, infeksi ini dapat bersifat sementara, tersembunyi, menular, dan sering kali terjadi pada individu dengan kondisi psikologis yang rentan atau dalam keadaan sistem pertahanan batin yang menurun.
Secara psikoanalitis, kondisi ini mencerminkan ambivalensi antara kebutuhan otonomi dan keterhubungan (autonomy vs. connectedness) sebagaimana dirumuskan oleh teori relasi objek (Object Relations Theory). Dalam kerangka ini, perselingkuhan bukan hanya sebuah tindakan, tetapi merupakan gejala eksistensial yang menandakan kekosongan afektif, pelarian dari ketidaknyamanan batin, atau ketidakmampuan mengelola konflik intrapersonal.
2. Imunitas Kesadaran: Daya Tahan terhadap Impuls, Godaan, dan Ilusi Kedekatan