Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Perempuan Muyu dalam Pengasingan

13 Mei 2016   16:04 Diperbarui: 14 Mei 2016   13:14 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Bévak Sangat Sederhana untuk Pengasingan Petroneladi Kampung Wanggatkibi; Sumber: Dokumentasi Peneliti

Dielusnya rambut anak sulung yang setia menemaninya malam ini. Rambut ikal gadis kecil yang belum genab berusia sembilan tahun itu dimain-mainkannya. “Semoga engkau juga kuat menjalani tradisi ini nak…,” bisiknya. Lidahnya terasa kelu membayangkan pada saatnya nanti, Samorika Yukamoh, anak perempuan satu-satunya itu, juga harus menanggung beban berat pengucilan seperti yang dijalaninya saat ini. 

Di antara lamunan kesedihan karena kesendirian, Petronela masih sempat menyungging senyum. Dia trenyuh dengan kesungguhan kasih sayang yang ditunjukkan Eduardus Kimbun, suaminya. Lelaki Muyu kecintaannya itu dengan setia memasakkannya setiap hari. Meski dengan menu-menu sederhana macam akét dan segelas teh panas untuk sarapan pagi tadi. Tetapi ketelatenan Eduardus itu semakin saja membuatnya merasa beruntung dipersunting lelaki Muyu pujaannya itu. Terkadang makanan itu dibawakan anak gadisnya, Somarika Yukamoh, dari rumah, tak jarang juga diantar sendiri oleh suaminya.

Pagi itu hari ke-tiga sejak Herman Kewok lahir ke dunia. Di saat Petronela asik bercengkerama dengan anak-anaknya, Eduardus datang sambil membawakan kembali akét dan segelas teh manis. Eduardus datang dengan senyum lebar membawa kabar yang cukup menyenangkan. Viktor Tenjab, ayah Petronela, meminta agar Petronela kembali ke rumah panggung hari ini, kembali berkumpul bersama keluarga besarnya. 

Biasanya, perempuan Muyu yang sedang mengungsi si bévak, diperbolehkan kembali ke rumah induk setelah tali pusat bayinya lepas. Tapi hal ini belum terjadi pada Herman Kewok, bayi Petronela. Hanya saja Viktor Tenjab merasa kasihan. Kakek dari bayinya ini tidak tega membiarkan anak beserta cucunya tinggal lebih lama lagi di bévak yang gelap dan dingin. “Saya tak tahan lagi... kasihan mereka, sudah dua hari mereka tinggal di sana...,” bisiknya lirih dengan mata menerawang jauh. Bagaimanapun Petronela Apai dan Herman Kewok adalah anak dan cucunya, darah dagingnya.

Pandangan Tokoh Masyarakat; Seperti MUSUH!

Pandangan tokoh-tokoh masyarakat Etnik Muyu seringkali selalu bertahan secara normatif menurut keyakinan-keyakinan religius Etnik Muyu. Meski sebagian besar dari mereka telah mengenyam pendidikan yang cukup tinggi, tetapi tetap saja pandangan mereka terhadap keyakinan-keyakinan Muyu yang banyak dilandasi kekuatan supernatural dan roh-roh halus terbukti eksis, bertahan sangat kuat.


Kuatnya keyakinan tersebut juga sangat mempengaruhi pandangan-pandangan mereka terhadap ìptèm yang melekat pada perempuan Muyu sebagai akibat poses persalinan dan atau menstruasi. Phillips Leonard Bonggo (64 tahun), salah satu tokoh masyarakat yang tinggal di Kampung Mindiptana menjelaskan bahwa;

“Adat Muyu itu meyakini bahwa perempuan Muyu yang sedang bersalin itu bisa mempengaruhi laki-laki punya kekuatan, waruk-nya bisa melemah. Itu apa... karena itu harus disiapkan tempat lain di luar rumah... laki-laki yang harus membangun pondok kecil itu. Para perempuan... ibu atau saudara perempuan yang melahirkan... atau bisa juga tante-tantenya yang mengurusi semuanya... laki-laki tidak boleh mendekat... itu dilarang sama sekali!”

Dengan sangat meyakinkan lelaki Muyu mantan Kepala Sekolah SMA YPPK yang paham teks berbahasa Belanda itu menegaskan, “...itu perempuan yang sedang bersalin itu seperti musuh! Amòp (pamali atau pantangan) bila laki-laki mendekat!”

Seperti “MUSUH”! Demikian tokoh masyarakat Etnik Muyu ini mengibaratkan perempuan Muyu yang sedang bersalin. Tegas dan penuh keyakinan dinyatakan bahwa laki-laki Muyu harus menjauhi perempuan yang sedang bersalin sampai dengan beberapa hari hingga dianggap perempuan tersebut bersih dari ìptèm persalinan yang bisa membawa malapetaka bagi laki-laki Muyu.  Saking kerasnya larangan untuk mendekati perempuan Muyu saat mengalami hal tersebut, hingga dinyatakan sebagai amòp (pamali) bagi laki-laki Muyu mendekati tempat perempuan yang sedang bersalin.

“Perempuan Muyu itu perempuan yang sangat kuat pak...,” terang Phillips Leonard Bonggo; 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun