Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Perempuan Muyu dalam Pengasingan

13 Mei 2016   16:04 Diperbarui: 14 Mei 2016   13:14 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Bévak Sangat Sederhana untuk Pengasingan Petroneladi Kampung Wanggatkibi; Sumber: Dokumentasi Peneliti

Senada dengan Hendrikus Kamben, Florentina Amboktem (40 tahun) juga menuturkan bahwa denda juga bisa dikenakan sebagai akibat hilangnya kesaktian laki-laki Muyu yang berada di tempat kejadian; 

“Resikonya itu pada diri kita sendiri pak... keluarga kita yang tinggal serumah. Bila persalinan dilakukan di rumah, dema (Roh halus, lelembut atau dewa-dewi penguasa suatu tempat) yang menghuni rumah bisa marah dan kasih sakit seluruh penghuni rumah.... orang-orang yang punya kemampuan mantra-mantra (waruk) juga akan marah-marah pak, karena dia pu kemampuan akan pergi... bisa kena denda...”.

Sebagai laki-laki Muyu yang pernah mengikuti inisiasi, (Upacara pendewasaan bagi anak laki-laki Muyu tentang filosofi hidup orang Muyu atau pendidikan karater), maka sudah tentu Lukas Kindom meyakini dirinya mempunyai waruk (mantra-mantra kesaktian) sebagaimana layaknya laki-laki Muyu lainnya. Lukas Kindom mengaku daya kemampuan waruk-nya menjadi berkurang disebabkan ìptèm persalinan keponakannya tersebut. Hal inilah yang semakin mendorongnya untuk terus menuntut segera diselesaikannya urusan denda adat ini.

“...saya punya rumah juga sudah dikotori darah saya pu keponakan perempuan, dia kasih lahir anaknya di dalam rumah. Itu bisa jelek bagi orang yang tinggal di dalam saya punya rumah. Bisa bikin penyakit batuk, panas, sampai waruk hilang...”.

Untuk semua “kerugian” yang dideritanya, Lukas Kindom menuntut denda adat sebesar sepuluh juta rupiah pada keponakannya. Berdasarkan kesepakatan akhir yang disaksikan oleh pihak kepolisian setempat, diberi tenggang waktu tertentu pada pihak keponakan Lukas untuk melunasi denda adat tersebut.

Besaran denda adat yang dikenakan untuk kasus seperti ini sangat bervariasi, tergantung pada keyakinan seberapa besar kerugian yang ditimbulkan oleh ìptém perempuan Muyu yang sedang bersalin terhadap tuan rumah. Semakin tinggi waruk (kesaktian) yang dimiliki tuan rumah, maka semakin tinggi denda yang bisa dikenakan, karena dia merasa kasus ini sangat merugikan;


“...besaran dendanya sangat tergantung pada dia pu barang-barang (jimat kesaktian) dan dia pu kekuatan pak (waruk). Semakin dia pu itu semakin besar dendanya... bisa sampai puluhan juta rupiah. Biasa antara sepuluh... dua puluh juta...”

(Petrus Komaop, 58 tahun)

 “Melawan” Tradisi?

Bagi kebanyakan perempuan Etnik Muyu, melahirkan di bévak seringkali merupakan satu-satunya pilihan saat dihadapkan dengan masalah transportasi dan atau waktu persalinan yang tidak menguntungkan. Seperti yang terjadi pada Suzana Biyarob (31 tahun), perempuan Muyu ini sebenarnya bersedia untuk melahirkan di Rumah Sakit Bergerak, hanya saja waktunya tidak pas, si jabang bayi keburu lahir saat malam, saat Rumah Sakit bergerak masih tutup. Maka pilihannya hanya melakukan persalinan di bévak, bukan di rumah!

Mendengar pengakuan dan mengamati apa yang terjadi di lapangan pada masyarakat Etnik Muyu, terlihat bahwa sebagian besar dari mereka, terutama yang hidup di sekitar Puskesmas dan Rumah Sakit Bergerak, sudah mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan moderen. Apalagi akses pembiayaan untuk mendapatkan pelayanan kebidanan tersebut telah terbuka sangat lebar, semuanya ditanggung oleh Pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun