Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Perempuan Muyu dalam Pengasingan

13 Mei 2016   16:04 Diperbarui: 14 Mei 2016   13:14 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Bévak Sangat Sederhana untuk Pengasingan Petroneladi Kampung Wanggatkibi; Sumber: Dokumentasi Peneliti

Studi Kasus “Petronela Apai”

Studi kasus pengasingan perempuan Etnik Muyu yang pertama, dilakukan pada proses persalinan yang dialami oleh Petronela Apai. Penulisan secara naratif dimulai dengan perasaan Petronela pada saat menerima berita kehamilan, persalinan, dan sampai dengan tiga hari masa nifas.

 

Berita Kehamilan; Perasaan Seorang Istri

Di saat mendapati dirinya sering merasa mual-mual dan pusing, Petronela mulai berhitung. Petronela menelisik lebih jauh, kapan dia mendapat menstruasi terakhirnya? Berapa lama dia tidak mendapatkan hal “kotor” itu? “Ahh… apakah aku beruntung bisa mendapatkan anak ketiga?” pikirnya.

Kepastian bisa didapatkannya setelah menyempatkan diri berkunjung ke Puskesmas Mindiptana. Bidan Natalia Tuwok dan Suster Rosa Mianip yang memeriksanya membuat senyum simpulnya terkembang seharian itu. Petronela dinyatakan tengah mengandung, menginjak usia kehamilan bulan ke-tiga. Sungguh keberkahan yang sangat disyukurinya. Anak ke-tiga ini akan melengkapi hidupnya setelah Samorika Yukamoh (9 tahun) dan Engelbertus Yohanes (2 tahun 7 bulan) hadir terlebih dahulu dari rahimnya.


“Tapi…,“ Petronela menghela nafas panjang mengingat hal itu, tradisi pengasingan itu, yang harus dijalaninya. Sungguh sesak dadanya membayangkannya. Kelanjutan kehamilannya enam bulan ke depan, yang harus diakhirinya di pengucilan. Bayangan tana barambon ambip yang sempit dan dingin sungguh membuat kebahagiaan dengan berita kehamilan yang baru diterimanya sekejap hilang. “Haruskah…?” keluhnya.

Sebagai seorang perempuan yang terlahir di tengah Etnik Muyu, Petronela merasa tidak bisa menghindar untuk menjalani persalinan di tana barambon ambip, yang oleh masyarakat di sekitarnya biasa disebut sebagai bévak. Mau tidak mau dia terjebak di dalam adat tradisi yang harus dijalaninya. Tidak ada tawar menawar untuk hal ini.

Petronela merasa lebih nyaman bila dia bisa melahirkan di rumah dibandingkan di bévak, dan bahkan bila dibanding melahirkan di Puskesmas atau rumah sakit sekalipun. Bayangannya pada kesendirian di pondok pengasingan sungguh membuat Petronela merasa tak nyaman, membuatnya merasa disingkirkan. “ahh... seandainya bisa memilih... alangkah nyamannya bisa melahirkan di rumah saja...,” bisik batin Petronela. 

Tetapi rumah yang ditinggali Petronela saat ini bukanlah rumahnya. Ini rumah orang tuanya, dimana Petronela dan saudara-saudara dan ipar-iparnya yang lain tinggal bersama-sama. Dia tak punya kuasa apapun atas rumah ini… 

Laki-laki Muyu; Sikap Seorang Suami

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun