Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Perempuan Muyu dalam Pengasingan

13 Mei 2016   16:04 Diperbarui: 14 Mei 2016   13:14 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Bévak Sangat Sederhana untuk Pengasingan Petroneladi Kampung Wanggatkibi; Sumber: Dokumentasi Peneliti

Eduardus Kimbum (35 tahun), adalah seorang suami yang sangat membanggakan bagi Petronela. Suami yang dirasakan sangat mencintainya dengan sangat. Suami yang mendukungnya dengan penuh, yang telah memberikan dua anak yang sangat manis.

Eduardus yang menikahinya pada tanggal 15 Juli 2013 secara Katolik, meski sudah menikah secara adat sebelumnya, sangat menginginkan agar Petronela dapat melahirkan di rumah saja, tidak perlu harus mengasingkan diri ke bévak. Eduardus sangat ingin bisa menemani istri yang sangat disayanginya pada saat-saat penting itu.

Sebagai suami-istri, dan juga sebagai sebuah keluarga, Eduardus dan Petronela sudah sangat jarang merengkuh kebersamaan. Kalau tidak karena kewajiban untuk segera dapat melunasi hutang tukòn (Tukòn adalah mahar untuk “membeli” perempuan pada Etnik Muyu) yang diminta kakak laki-laki Petronela, Eduardus ingin bisa terus bersama-sama dengan keluarga kecilnya. 

Harga sensor (gergaji mesin) yang lima belas juta rupiah sebagai tukòn saat Eduardus mempersunting gadis pujaannya, Petronela Apai, sungguh berat bagi Eduardus Kimbum yang hanya bekerja sebagai buruh tambang pasir di Kali Wet-Tanah Merah, yang membuatnya harus hidup terpisah dengan keluarganya, harus menetap di Tanah Merah. Kalau seandainya kakak iparnya tidak mengancam akan membongkar rumah bantuan pemerintah yang hendak diterimanya, mungkin Eduardus akan mengulur waktu melunasi hutang tukòn tersebut, semata agar bisa lebih sering menemani istrinya, agar bisa lebih lama menikmati kebersamaan, bersama istri dan juga buah hatinya.

Sungguh, bagi Eduardus Kimbun dan Petronela Apai sangat mahal arti sebuah kebersamaan. Kewajibannya sebagai orang Muyu untuk menjalani tradisi, yang mengharuskan Petronela dikucilkan di bévak, membuat dada Eduardus sesak. Lelaki Muyu itu menyadari bahwa dia harus mengikuti tradisi yang sudah digariskan para leluhurnya, tapi sungguh Eduardus merasa kebersamaan bersama istrinya juga sangat penting bagi mereka.

“Tidakkah mereka mengerti kondisi ini?” keluhnya. Tapi tradisi yang hendak dilawannya terlalu kuat. Masyarakat yang mengelilinginya tidak memberinya sedikitpun kelonggaran. Keluarga yang diharapkan bisa mengerti dengan kondisinya pun bersikap setali tiga uang, sama saja, bersikukuh bahwa Petronela Apai harus dikucilkan di bévak


Keluarga Muyu; Keteguhan pada Tradisi

Sikap yang ditunjukkan ayah dan saudara-saudaranya yang tinggal di rumah panggung turut membuat perasaan Petronela dan Eduardus Kimbum, suaminya, tak menentu. Sebagian besar dari mereka terus mendesak agar Petronela melahirkan di bévak. Keluarga besar Petronela tidak mau menanggung iptém persalinan yang mereka yakini akan memberi dampak buruk pada kesehatannya. 

Petronela dapat merasakan rasa sayang dan dukungan adik lelaki satu-satunya, Agustinus Apai (22 tahun), yang sama sekali tidak mau berkomentar soal keharusan pengucilannya saat bersalin nanti ke bévak. Tapi apalah daya, satu suara sama sekali tidak berpengaruh banyak dibanding seluruh anggota keluarga yang tinggal di rumah panggung kayu, tempat dia dan suaminya menumpang. Victor Tenjab (52 tahun; ayah Petronela) dan Poli Apai (36 tahun; kakak laki-laki) sama sekali tidak bergeming. Bertahan dengan sikapnya yang mengharuskan Petronela diasingkan ke bévak saat bersalin nanti. 

Sementara Yosefita Apai (29 tahun), adik perempuan satu-satunya, yang diharapkan dapat mendukungnya sebagai sesama perempuan Muyu, untuk sebuah kelonggaran terhadap tradisi yang sudah turun temurun itu, ternyata tak juga bisa membesarkan harapannya. Yosefita seakan sama sekali tidak peduli hal itu. Dia turut bersuara keras agar bévak segera dibangun, agar tidak terlambat didahului sebuah kelahiran, seperti dahulu, saat Petronela melahirkan yang anak yang pertama, Samorika Yukamoh, yang keduluan lahir sebelum bévak sempat didirikan. Theresia Kiripan (26 tahun), perempuan Muyu lainnya yang tinggal di rumah kayu panggung pun bersikap sama saja dengan Yosefita Apai. Kakak ipar Petronela itu turut mendukung suaminya, Poli Apai, untuk mengasingkan Petronela di bévak.

Mau tidak mau pengucilan harus dijalani Petronela. Meski jauh di lubuk hatinya Petronela enggan, sangat enggan! Tradisi harus dijunjung tinggi bila tidak mau dijauhi, adat harus dipegang kuat bila tak ingin dilaknat, dan bahkan bila Petronela terpaksa harus sekarat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun