"Ketika kalian nanti menikah aku akan membuat buku kisah percintaan kalian," ujarnya saat Siska dan aku sedang menikmati sore di bawah pohon mangga, sementara Rainy duduk di kursi ayunannya. Siska senyum-senyum misterius sedang aku rasanya ingin menjitak kepala anak itu. Bicara sembarangan saja anak kecil ini, aku kan masih SMA, masa sudah mau nikah? Ah, ada-ada saja Rainy.Â
"Oh ya Kak, tadi pihak penerbit bilang novelku sudah jadi hari ini bisa diambil contoh bukunya." katanya.Â
"Kalau begitu kakak antar kamu sebentar," ujarku. Rainy melirik Siska,Â
"Nggak usah kak lagian dekat kok. Kasihan nanti kak Siska sendirian.
" Ya, sudah. Hati-hati Rainy," pesanku.Â
Aku terbangun dari tidurku. Langit yang tadinya cerah mendadak berubah gelap. Siska sudah pulang sejak tadi tapi Rainy belum juga pulang. Di luar angin bertiup kencang. Ponselku berdering nyaring,Â
ya halo?Â
Kak, sudah mau hujan. Aku takut sekali.Â
"Tenang akan kak Ran jemput," ujarku segera meraih kunci mobil mengeluarkan mobil dan mengendarai cepat-cepat.
 Ya, Tuhan aku rasanya tidak tenang sekali. Jangan, kumohon jangan turun hujan dulu. Tiba-tiba petir menyambar seperti tepat di atas mobilku.Â
Oh, apa ini? Semuanya tiba-tiba menjadi gelap-gulita.