* * *Â
"Entahlah aku belum tahu. Ia belum cerita soal genre bukunya," dahiku berkerut ketika ditanya.Â
"Mungkin ia mau menulis komik, ya komik tentu saja yang paling mudah, kan? Ha, ha, ha..." Kini giliran Siska yang mengerutkan dahi rupanya ia tidak setuju dengan pendapatku kalau menulis komik itu paling mudah.Â
"Kalo gampang, coba sekarang kamu bikinkan aku sebuah cerita komik yang bagus!" kata Siska menantang. Mati aku! Ini sih sama saja seperti disuruh mengerjakan soal fisika tanpa tahu rumus.Â
"Baiklah, anggap aku baru baik hati hari ini. Kamu boleh bikin komiknya di rumah," ujar Siska sambil tersenyum lebar.Â
OMG! Aku datang ke rumah pacar atau guruku ya? Baru kali ini pacaran pulang bawa PR. Tahu begini sih mending aku nggak usah datang malam minggu ini.Â
Ah, hujan turun kembali. Aku harus pulang menemani Rainy yang sendirian di rumah. Ayah baru pulang besok malam. Segera aku berpamitan sambil mengemukakan alasanku cepat-cepat pulang, untunglah Siska mau mengerti keadaanku.Â
* * *Â
Hujan masih turun dengan lebatnya ketika aku sampai di rumah. Segera aku mencari Rainy. Ia masih di sana seperti biasa duduk sambil menatap keluar dari balik jendela ruang tengah. Di dekatnya kertas-kertas bertebaran. Oya, aku ingat ia sudah memulai proyek menulisnya.Â
"Hai, Rainy... Apa yang sedang kamu tulis?" aku mendekat sambil memungut salah satu kertas mencoba mencari tahu apa yang adikku itu tuliskan.