Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hati Perempuan (Bagian 7: Pengorbanan Cinta)

1 Maret 2020   12:44 Diperbarui: 1 Maret 2020   12:45 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            "Dini dapat gebetan nggak tadi?" selidiknya curiga.

            "Biasalah. Dapat kenalan oom-oom terus mojok. Tukeran nomor HP nggak tahu ada follow up-nya nggak nanti, ," sahut Trinita dengan antusias. "O, ya kita ketemu Pak Akbar di sana tadi. Mau nonton film sama teman-temannya. Dia kirim salam buat Mbak terus katanya mau ngajakin kita main badminton hari Minggu nanti.'

          "Males ah," potong Khalisa sebelum Trinita makin menjadi-jadi berkisah tentang lelaki dari Sulawesi itu.

         "Nggak boleh begitu Mbak," ujar Trinita sambil melepas kaos dan celananya karena akan diganti daster sebagai baju tidurnya. Khalisa melihat sepintas semua underwear yang dipakainya berarna merah. Lucunya. Trinita sangat menyukai warna yang melambangkan keberanian itu. Kontras sekali dengan kulit tubuhnya yang putih.

        "Memang ada yang salah dengan sikapku?" Khalisa mencari tahu.

        "Jangan terlalu antipati pada seseorang," nasehatnya lirih. "Belum tentu dia seperti yang Mbak bayangkan meskipun asalnya dari Sulawesi."

        Khalisa tak menanggapi. Kelopak matanya mulai terasa berat. Wajah Romy seperti berada lagi di hadapannya. Tersenyum dengan bola mata berbinar. Menawarkan sebuah petualangan baru baginya. Menjelajah gunung, bukit dan hutan cemara. Andai saja dia mengikutinya berjalan berjajar di samping lelaki muda itu barangkali akan mampu mengusir segala penat yang dirasakannya akhir-akhir ini. Dia masih bimbang untuk memilih antara  mengikutinya atau membiarkan Romy bersama teman-temannya tanpa Khalisa di dekatnya. 

       Trinita menghampiri kasur yang sama. Terasa tambahan beban di kasur itu ketika tubuhnya telah rebah di smaping Khalisa. Matanya yang terkesan galak meredup juga menjelang tengah malam. Entah bayangan apa yang berputar-putar di depan matanya sebagai pengantar tidurnya. Mungkin wajah Pandu dan Uti yang mengharapkan kepulangannya untuk mereka. Tapi bisa jadi malah wajah Mr. Baldi yang terus terbayang di matanya. Hanya Trinita yang tahu bagaimana cara menjaga harmoni di antara para orang-orang terkasihnya.

         Tidur itu pun hanyalah sebuah cara untuk meregenerasi sel-sel tubuh yang melemah atau rusak. Sebagai cara untuk mengistirahatkan fisik dan psikis manusia setelah seharian tak diberi kesempatan berhenti dari aktivitas rutinnya. Namun sesungguhnya otak manusia terus saja beekrja dalam kondisi terjaga maupun tertidur. Mimpi adalah manifestasi dari pikiran dan harapan yang tak pernah berhenti  membebani memori manusia. Khalisa dan Trinita mempunyai mimpi yang berbeda dalam tidurnya meskipun terlihat dalam lelap dan dengkur yang tak begitu jauh berbeda.

         Trinita melihat Mr. Baldi duduk sendiri menghadap danau yang tenang di tengah hutan. Dia mendekat duduk di sampingnya lalu bersama-sama menikmati ketenangan yang melingkupi mereka. Desir angin menemani keheningan yang terasa mulai menjemukan. Tak ada suara lain selain suara alam. Trinita begitu ingin berada dalam dekapan lelaki pujaan hatinya itu namun kemudian Pandu dan Uti mendatangi mereka sambil mentaap tajam seperti ingin mengulitinya. Trinita merapat ke tubuh Mr. Baldi yang dianggapnya akan melindunginya. Di luar dugaan lelaki itu berdiri lalu melangkah pergi menjauhinya.

          Khalisa dalam mimpi yang lain lagi. Bersama Romy menapaki hutan cemara yang rumput-rumputnya masih berembun. Wajahnya terasa dingin namun kehangatan segera mengaliri seluruh tubuhnya ketika lengan Romy memeluknya. Keduanya melangkah pelan dengan napas lembut yang tenang. Sesekali mereka berpandangan lalu tersenyum tanpa kata. Perasaan Khalisa tak menentu ketika teringat pada  Dion yang pernah menciumnya di tengah hutan cemara yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun