"Iya kok sepi begini Mbak? Kerasan di sini? Ternyata ini desa ya?"
     "Mau nggak mau. Biar dekat kampus. Memang ini desa."
     "Kapan pulang ke Yogya, Mbak?"
     "Masih lama. Aku baru dua minggu di sini."
       Sebenarnya tidak banyak yang bisa dibicarakan dengan Romy kecuali tentang guru-guru semasa SMA. Bernostalgia sebentar mengingat masa SMA  dulu. Tapi karena Khalisa selalu punya topik pembicaraan yang menarik, Romy menjadi betah di sana. Sampai-sampai tak menyadari kalau sudah hampir jam sembilan. Keduanya merasa lapar kemudian bersepakat untuk makan malam di luar. Khalisa tak  mengajaknya pergi terlalu jauh dari tempat kosnya karena takut kemalaman. Selain itu dia juga tidak tahu jalan. Terbiasa  mengandalkan sopir angkot. Untuk pergi ke suatu tujun cukup mengingat nomor angkot dan di mana harus turun. Dengan seribu atau dua ribu rupiah dia bisa sampai di tempat yang dituju. Kadang memang harus dua atau tiga kali naik turun angkot ditambah jalan kaki untuk bisa sampai di tujuan yang dimaksud.
      "Besok kalau nggak ada acara, ikut aku jalan-jalan yuk Mbak!" Romy mencoba menawarkan kebersamaan.
      "Besok nggak bisa. Aku harus ketemu dosen pembimbing," Khalisa mengajukan alasan padahal sebetulnya dia hanya ingin menolaknya.
      "Ya, udah, kalau pulang ke Yogya kabari aku ya. Kita bisa jalan-jalan sepuasnya. Pantai-pantai di daerah Gunung Kidul itu banyak sekali. Pasti belum pernah ke sana kan Mbak?"
      "Hei, kamu nggak malu jalan sama aku?" pancingnya.
      "Kenapa?" Romy balik bertanya.
      "Jalan sama tante-tante. "