Jaka Someh bertambah heran mendengar cerita pak Supar tentang Eyang Karuhun, lalu dia mengungkapkan keheranannya tersebut dengan berkata:
"Pak, kalau memang ceritanya seperti itu, saya heran apa mungkin pendekar itu masih hidup....padahal kalau di hitung-hitung, usianya sekarang mungkin sudah lebih dari 100 tahun...apa mungkin ada orang yang bisa hidup lebih dari 100 tahun ya pak...? wah hebat juga kalau memang bisa seperti itu...".Â
Pak Supar juga merasa bingung untuk menjawab pertanyaan Jaka Someh
"Iya Kang, saya juga tidak tahu kalau masalah itu, saya bingung mau menjawab apa...mungkin karena dia adalah orang yang sakti barangkali...sehingga tubuhnya bisa tetap bugar meskipun umurnya sudah ratusan tahun...waduuh...tapi tidak tahulah, kang...saya juga...merasa heran...he...he..."Â
Setelah berbincang-bincang dan beristirahat sejenak di warung pak Supar, jaka Someh pun akhirnya berpamitan untuk kembali melanjutkan perjalanannya. Rasa penasaran yang begitu besar terhadap cerita pak Supar membuat Jaka Someh berniat mendatangi bukit itu untuk membuktikan keberadaan sosok pendekar karuhun yang diceritakan oleh pak Supar. Akhirnya Jaka Someh berjalan menuju bukit itu.
Jaka Someh terus berjalan menuju bukit Karuhun. Dia baru sampai di lereng bukit menjelang sore hari. Kemudian dia memutuskan untuk istirahat di suatu hamparan tanah lapang dekat aliran sungai kecil yang mata airnya berasal dari puncak bukit. Setelah melaksanakan shalat ashar, Jaka Someh mencoba mengamati keadaan di sekitarnya.Â
Dilihatnya segerombolan monyet kecil yang sedang bermain-main di pepohonan yang ada di lereng bukit. Tanpa terasa matahari pun sudah mulai mau tenggelam di ufuk barat. Langit sudah mulai tampak gelap tanda siang akan digantikan oleh malam.
Suara serangga-serangga hutan mulai terdengar dengan nyaring. Ketika malam sudah benar-benar menguasai hari, Jaka Someh pun bersiap untuk melanjutkan perjalanannya menuju puncak bukit. Dia terus berjalan menyusuri jalan setapak yang sudah tampak tidak jelas lagi karena telah tertutupi oleh ilalang.Â
Semakin malam dia berjalan semakin mendekat puncak bukit. Suara lolongan anjing liar sudah mulai terdengar dari arah puncak bukit menambah suasana angker di malam itu.
Untunglah malam itu sedang bulan purnama, sehingga ada cahaya rembulan yang membantu penglihatan Jaka Someh. Semakin mendekati puncak, semakin bertambah keangkerannya, seakan-akan ada suasana mistis yang menguasai bukit itu. Tiba-tiba ada hembusan angin dingin yang keras menerpa tubuh Jaka Someh, membuat Jaka Someh terhenyak dan menghentikan langkah kakinya.Â
Bulu kuduknya tiba-tiba berdiri, memunculkan perasaan was-was dan suasana hati yang tidak menentu. Belum pernah Jaka Someh merasakan rasa was-was dalam hatinya seperti yang dia rasakan saat itu.Â