Ketika keluarga makan di satu meja yang sama, mereka tidak hanya menyantap makanan tapi juga mengembangkan sisi emosional setiap anggotanya. Melalui bertukar cerita mereka memperkuat sistem emosional yang dibangun oleh keluarga.Â
Cerita meja makan tak selalu hal penting yang dibicarakan tapi perlu dilakukan. Lantas jika tidak ada meja makan apakah mereka tidak punya cerita?
Kita tahu bahwa makan di meja makan sebenarnya tidak terlalu familiar di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Kebanyakan kita mungkin hanya makan bersama di tempat-tempat berbeda entah dapur atau depan TV.
Makan bersama dan bertukar cerita di meja makan walaupun terlihat sepele punya makna besar dalam perkembangan psikologis anggota keluarga terutama anak. Mari bahas beberapa teori psikologi terkait hal itu dan pertanyaan kita tentang perlukah ada meja makan.
Family Systems Theory dan Cerita Meja Makan
Dalam psikologi perkembangan, konsep Family Systems Theory yang dikemukakan oleh Murray Bowen menjadi salah satu landasan penting dalam memahami bagaimana keluarga membentuk dan memengaruhi psikologis setiap anggotanya.
Menurut Bowen, keluarga adalah sebuah sistem emosional yang saling terhubung. Apa yang dirasakan atau dialami satu anggota keluarga akan memberi efek pada yang lain, secara sadar maupun tidak.
Sistem ini bekerja melalui interaksi sehari-hari yang terlihat sederhana namun menyimpan makna yang dalam, salah satunya adalah momen makan bersama.
Di banyak keluarga berkecukupan, meja makan menjadi simbol kebersamaan. Di sanalah biasanya orang tua dan anak saling bertanya kabar, berbagi cerita, atau sekadar bercanda ringan setelah hari yang panjang.
Percakapan di sekitar meja makan menjadi jembatan untuk saling memahami perasaan, konflik, harapan, dan nilai-nilai yang diyakini keluarga.Â