Mohon tunggu...
Wiatmo Nugroho
Wiatmo Nugroho Mohon Tunggu... -

hamemayu hayuning Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Drupadi Show

27 Juni 2017   00:26 Diperbarui: 27 Juni 2017   00:45 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ia akan telanjang?” tanyaku di antara musik yang bergemuruh dari suara gitar, drum, kendang, piringan hitam dan entah yang lainnya. Diam-diam penonton suka dengan ketelanjangan. Sangat bagus untuk menarik penonton. Lagi-lagi sebenarnya tentang kekerasan. Kekerasan itu masif, verbal dan aktual. Penonton tak berdaya, tak diberdayakan.

“Dewata! Kalau kulit tubuhku sampai terlihat seujung rambut pun, maka aku persembahkan kepadamu, Dewata! Semoga engkau mau menerima sesuguhan dari titahmu!”

Suara Drupadi memenuhi ruang, menyela suara musik yang terpaksa membuat jeda.

Rara sepertinya tidak menampilkan sesuai yang diiginkannya, ada yang tidak muncul dari Rara yang aku bayangkan akan menampilkan Drupadi yang tegar, menderita tetapi kuat, lembut tetapi tidak lemah. Itu yang kami sering debatkan: Drupadi yang diinterpretasikan berbeda.

Lalu tampaklah di layar itu, Semar yang tertidur di panggung, menjadi terbangun. membawa Drupadi pada sidang dewa-dewa. Batara guru, Narada, Indra, semua ada di sana, duduk rapi membentuk setengah lingkaran, dan Drupadi yang telanjang, menari, menyanyi. Mereka melihat kejadian itu. Mereka menikmati Drupadi yang telanjang. Mata mereka tak ubahnya mata manusia yang tak bisa lepas. Batara guru menelan ludah.

Semar masih tertidur lagi.


Setelah lama Drupadi menari menyanyi, berdirilah Semar mengangkat tangan kanannya, ”Cukup!” yang mengagetkan sidang dewa. Sudah cukup kalian menikmati hiburan dari Gusti Ratuku. Kalian para dewa pemegang berputarnya hidup dunia, malah menikmati tulusnya duka titahmu. Kau mainkan kekuasaanmu, kau putar-putar, kau tarik ulur. Puas kamu, Guru?” tanyanya berani kepada Guru. Drupadi ia tutupi dengan belakang tubuhnya.

“Ada apa, Kanda?” guru memanggil Semar dengan Kanda.

“Bisa-bisanya kau manfaatkan duka gustiku untuk hiburanmu? Tidakkah kalian seharusnya menjadi pelindung?’

‘Baiklah, kalian memang penguasa. Aku juga tak bisa apa-apa. Tetapi setidaknya, boleh aku meminta. Dengarkan Gusti Putriku akan berkata-kata, buatlah terkabul kalau itu sebuah doa, tertawalah kalau itu sebuah canda, tetapi ikutlah menangis kalau itu cerita duka.”

Lalu ia mundur, dan lagi, tertidur. Para dewa tergugah lagi, bergairah. Mata-mata mereka menyala. Badan mereka menyorong berusaha, lebih dekat, seperti ingin menyentuh seandainya bisa, tak terlihat lagi malu di mata mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun