Mohon tunggu...
Wiatmo Nugroho
Wiatmo Nugroho Mohon Tunggu... -

hamemayu hayuning Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Drupadi Show

27 Juni 2017   00:26 Diperbarui: 27 Juni 2017   00:45 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sedang apakah mereka di sana? Berpuisi, mendengarkan cerita, berlatih melukis, atau sedang menari? Kusadari, baru kusadari, mereka sedang mencetak kenangan-kenangan untuk suatu hari nanti dinikmati. Kusadari, baru kusadari, di negeri yang jauh ini, aku juga sedang mencetak kenangan-kenangan baru lagi.

Semuanya terjadi dirangkai oleh waktu. Waktu yang tersusun dari detik-deik kecil yang begitu rapuh. Sedetik lupa, sedetik terhentak dan semuanya telah menjadi kenangan. Tercetak begitu acak, dan ketika tersadar, tak mungkin lagi terbongkar pasang.

Begitu berharga sebuah detik, detik-detik kesadaran.

Bagiku, hari ini bukanlah hari ini yang sebenarnya. Hari ini yang sebenarnya adalah suatu hari nanti ketika aku melihatnya sebagai sebuah hari yang berkesan, karena aku melakukan sesuatu dengan kesungguhan, dengan seluruh apa adanya aku, dengan kesadaran penuh. Hari ini menjadi penting karena bila telah berlalu semuanya menjadi kenangan yang berharga.

Ataukah, itulah hidup. Dari waktu ke waktu mencetak peristiwa-peristiwa kecil dan sebentar, yang akan cepat tersimpan menjadi kenangan-kenangan.

Tetapi pagi ini, aku tidak mengenang kejadian lalu. Aku menatap lukisan itu dan di sekeliling api unggun.


“Bukan! Ini bukan kenangan!”

Kamilah yang tertawa, bahagia, bercanda, terlukis di sana, bukan gagak-gagak yang parau bersuara. Anak-anak yang masih tulus bermain lah yang ada di pantai, bukan raksasa yang hitam yang haus segala-galanya. Mimpi, raksasa itu hanyalah ada di mimpi saja. Ia tak akan merusak pantai tempat kami sehari-hari merasakan senja warna-warni seperti di lukisan itu. desis dan deru angin di mimpiku yang tak karuan menyerbu tak akan mengusir suara-suara kami yang terdengar dari lukisan itu.

Sebuah awal dan sebuah akhir ada dalam lukisan itu.

Seorang paman di kampungku, suatu hari datang ke sekolah, dan minta ijin kepada kepala sekolah untuk membuat kegiatan sore, entah bermusik, bercerita, berpuisi, mengarang, melukis, atau menari. Ia bersama-sama teman-temannya punya kemampuan untuk itu. Mereka bersama-sama ingin menularkan, terutama kepada anak-anak.

Kami anak-anak sekolah, akhirnya merasakan kegembiraan itu. Satu minggu dua kali kami di bawa ke pantai itu. Satu hari kami membuat puisi, melukis, atau mendengarkan cerita hingga dari hari ke hari kami mendapatkan semuanya. Beberapa di antara kami lebih senang musik, beberapa lagi puisi dan cerita, dan aku lebih suka melukis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun