“Sebagai adik, aku akan mengikuti kehendakmu,” kata Arjuna.
“Kami bela bila kau sakit, Kanda,” kata Nakula dan Sadewa yang kembar berbarengan.
“Sekali lagi pasti kau menang, Sang Prabu! Kau adalah ksatria pemenang. Sang Prabu, sekali lagi,” Sangkuni membakar.
“Aku sudah tidak punya apa-apa.”
“Bila kau pertaruhkan dirimu, kau akan menang kali ini bukan?” tanya sangkuni menghendaki jawaban, “Ya.”
Suara musik yang mengiringi kembali mengeras, mengencang. Di layar terbentuk bayangan-bayangan orang-orang, sedikit demi sedikit makin banyak, membuat tarian bebas mengikuti gemulai tubuh, kadang dua tangan di atas bergetar dinamis, berpindah-pindah tempat pula seperti berlarian.
“Baiklah, diri kami sebagai taruhan. Jika kami menang, kembalikan harta-harta kami.” Jawab Yudistira.
Kesedihan menghentak di wajah para Pandawa, tawa di wajah Kurawa.
“Jangan sedih sang prabu. Bukankah kami adalah saudaramu? Apa yang akan kami buat pada saudara sendiri?” Sangkuni belum puas.
Dursasana, raksasa tinggi besar adik dari raja Duryudana, maju mendekati Sangkuni.
Para Pandawa, kecuali Yudistira, berdiri seketika melihat ulah Dursasana.