Mohon tunggu...
Wiatmo Nugroho
Wiatmo Nugroho Mohon Tunggu... -

hamemayu hayuning Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Drupadi Show

27 Juni 2017   00:26 Diperbarui: 27 Juni 2017   00:45 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kenapa? Aku hanya menonton, bukan pemain. Chika menggantikanku. Aku mengundurkan diri, jadi penonton saja. Bagaimana pagelaranmu? Sudah siap? Aku menunggu tawaranmu. Kalau boleh?” tanya Rara.

Aku diam, kepalaku masih tak mampu mendingin meskipun di luar masih hujan, tak mampu menggambarkan, tak berdaya oleh ide yang aku inginkan: pertunjukkan tanpa darah. Penolakan akan darah, dan ketidakmampuan melawan darah sepertinya menjadi satu di kepalaku.

Aku mengulurkan tangan setelah terdiam, menerima ajakannya menembus hujan. Pagelaranku tahun depan entah tak terbayang, tak ku mengerti, tak berdaya. Mungkin hanya tentang hujan, atau tentang tangan-tangan yang bergandengan tak bicara tetapi hanya tersenyum saja.



TsunamiDream

Aku yakin sekali, bahwa di pagi buta ini hanya diriku yang sedang menari-nari; lebih dari perasaan ketika bertemu dengan Iful atau ketika mendengar sapaannya, bukan pula yang kurasakan ketika ia ada di dekatku berdua di pantai itu, jauh dari rasa-rasa cinta anak muda itu, melebihi perasaan gembira, mungkin seperti jika kau berteriak di tanah lapang di satu bukit, suaramu jauh menimbulkan gema, terdengar di sini dan di sana, sedangkan kau ikut lepas bebas mengikuti ke mana suara itu pergi. Dapatkah kau bayangkan? Kau mengikuti suaramu, terbelah-belah, menyebar ke mana suara itu terdengar? Hanya dengan mengalaminya saja, dan itulah yang kurasakan maka perasaan itu terjelaskan.


Tak jauh dari sajadah ini, tempatku bersholat setelah mimpi yang menyeramkan barusan, lukisanku tergantung “A SUN SET BY MADINA.” Lukisan yang selalu dan mungkin akan selalu aku bawa andai pergi dan diam di suatu tempat yang jauh seperti sekarang ini, jauh dari pantai di lukisan itu. Matahari menebar sinar: merah, jingga, kuning, gelap, terang, cerah, redup; begitu penuh, lengkap bagiku. Tentu saja anggapan yang subyektif, tetapi setidaknya Joana juga mengapresiasi cukup bagus. Bagiku di sana ada Abdul, Ummi, Mustafa, Khairul, dan yang lainnya, yang bersamaku tertawa, terdiam, bersorak, melukis, berpuisi, mendengar cerita, dan semuanya.

Tak terbayangkan, terlalu seram jika gagak-gagak itu meyerbu. Awan-awan itu terlalu gelap jika kulukis menggantikan langit di sunsetku. Aku tak mau suara-suara, jeritan-jeritan yang berhamburan terlalu ramai di mimpiku merusak senja yang tenang di pantai itu. biarlah angin yang menghempaskan bara api unggun tahun baru kami ada di pantai itu,  bukan angin di mimpi yang membawa awan-awan gelap memaksaku terbangun karena ngeri.

Kami sekelompok anak-anak nelayan yang begitu beruntung bisa menggunakan pantai untuk bernyanyi, bermusik, berpuisi dan banyak lagi. Apa yang ada di benak kami, ada di pantai itu. Api unggun yang memerah ketika menantikan tahun baru berganti, dan kami menari mengitarinya. Harmonika, gitar, gendang, dan teriakan teman-teman pamanku yang berpuisi. Apakah pengalamanku kurang berkesan?

Angin yang kadang bertiup keras, menghamburkan bara-bara api dan membuat api unggun bergemeretak. Dan kami sebagian harus berlari menghindar, dan kembali lagi, menari. Tetapi ketika puisi itu diteriakkan, diiringi raungan harmonika dan denting gitar, kami tak banyak bergerak meski bara api itu mengganggu duduk kami.

Si Paman berteriak-teriak bergoyang badan seakan mabok;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun