Mohon tunggu...
ARSaleh
ARSaleh Mohon Tunggu... Pensiunan ASN

Pensiunan ASN, hobi menulis cerpen/novel/opini. Terkadang menulis ilmu pengetahuan. Mohon maaf, belakangan ini saya tidak konsisten mengunggah Cerbung saya karena sistemnya sering error, katanya karena padatnya traffic. Jadi bukan saya sengaja terlambat.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Jejak Pustakawan - Bagian 13, 14, dan 15

12 September 2025   23:34 Diperbarui: 12 September 2025   23:34 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dibuat menggunakan Chat GPT

Dan yang paling menyakitkan:
dia tidak berterima kasih.
Bahkan mengeluh karena lauk di rumah terlalu sederhana.

Aku tidak marah. Tapi hatiku berat.
Bukan karena aku tak ikhlas membantu. Tapi karena tak ada pengertian. Tak ada empati. Tak ada penghargaan.

Malam-malam berikutnya aku belajar sambil menggenggam kesedihan.
Sambil mengingat wajah Agustin dan anakku, yang tetap bertahan di rumah kecil, menjaga semua agar tidak runtuh.

Dan di tengah semua itu, aku hanya bisa berkata dalam hati:
"Aku harus selesai. Aku harus kuat. Aku harus pulang membawa sesuatu yang bisa menebus semua ini."

 

Bab 14: Kabar dari Rumah yang Menghancurkan Segalanya

Tugas-tugasku tetap berjalan.
Meski ada tekanan dari rumah, meski rasa letih dan rindu menumpuk, kuliahku tidak terbengkalai.
Hampir setiap minggu aku harus menyelesaikan paper---bukan sekadar opini, tapi Systematic Review yang menuntut referensi ilmiah, validasi teori, dan struktur argumentasi yang presisi.

Aku membaca jurnal sampai mataku perih.
Telingaku masih berusaha menyesuaikan dengan diskusi kelas yang sering melejit ke arah yang tidak kuduga.
Tapi perlahan-lahan, aku mulai melihat ujung jalan. Term 3---term terakhir---sudah di depan mata.

Satu demi satu mata kuliah diuji.
Nilai-nilai awal mulai keluar. Aku tahu, aku bisa lulus. Tinggal satu mata kuliah lagi, satu langkah terakhir.

Sore itu, aku duduk di meja kecil di kamar asrama. Di sebelahku ada setumpuk catatan untuk ujian terakhir.
Aku menyiapkan teh, membuka folder soal-soal lama, dan berniat belajar seperti biasa.

Tapi kemudian aku membuka satu surat dari tanah air.
Dari Agustin.
Tulisannya rapi. Halamannya tidak banyak. Tapi saat mataku menyapu kalimat ketiga, seluruh duniaku runtuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun