Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kenali 2 Hambatan Utama dalam Interview Kerja Gen Z

7 April 2025   09:11 Diperbarui: 9 April 2025   14:56 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana interview kerja Gen Z (Sumber: Gambar diolah dengan openAI, chatgpt.com)

Overthinking juga menyebabkan jeda berpikir yang terlalu panjang, kalimat yang dipotong setengah jalan karena ingin ‘merevisi’ di kepala, atau bahkan lupa menjawab poin utama dari pertanyaan karena terlalu banyak memikirkan struktur jawabannya. Perfeksionisme, di sisi lain, menciptakan rasa cemas kalau mereka tidak menggunakan kata-kata “yang tepat”, padahal pewawancara lebih tertarik pada isi pesan ketimbang diksi.

Semua ini menumpuk menjadi kesan kaku, tidak percaya diri, dan tidak autentik. Padahal, banyak dari Gen Z ini punya cerita menarik, kemampuan adaptasi tinggi, dan perspektif segar. Sayangnya, semua itu tertahan oleh beban ingin tampil terlalu sempurna—sehingga potensi mereka tertutup oleh strategi yang terlalu berhati-hati.

Interview Bukan Ujian, Tapi Percakapan

Langkah pertama untuk mengatasi overthinking dan perfeksionisme adalah mengubah cara pandang terhadap interview. Interview bukan ujian akhir, melainkan percakapan timbal balik antara dua pihak yang sedang mencari kecocokan. Pewawancara ingin tahu apakah kamu cocok dengan tim dan budaya kerja mereka. Kamu juga berhak menilai apakah tempat itu cocok untukmu. Ketika mindset ini tertanam, tekanan untuk tampil sempurna mulai mencair.

Langkah kedua adalah memperbanyak latihan storytelling. Bukan dengan menghafal skrip, tapi dengan menceritakan ulang pengalaman nyata dengan urutan sederhana: latar belakang, tantangan, aksi, dan hasil. Latihan ini bisa dilakukan bersama teman, komunitas, atau bahkan direkam sendiri. Cerita yang jujur dan mengalir jauh lebih kuat daripada jawaban yang terstruktur kaku.

Ketiga, penting untuk membangun self-compassion. Kesalahan kecil bukanlah kegagalan besar. Salah sebut nama tools, lupa detail angka, atau terdengar grogi bukan berarti kamu langsung gagal. Pewawancara juga manusia—mereka bisa membedakan antara kurang pengalaman dan kurang potensi. Memberi ruang pada diri sendiri untuk tampil "cukup" alih-alih "sempurna" adalah langkah keberanian yang nyata.

Keempat, sadari bahwa perfeksionisme sebenarnya adalah tanda bahwa kamu peduli. Tapi perhatian yang berlebihan bisa berubah jadi beban jika tidak dikelola. Gunakan standar tinggi sebagai motivasi, bukan tekanan. Izinkan dirimu untuk menunjukkan sisi manusiawi: berpikir sejenak, jujur kalau tidak tahu, atau bahkan tertawa saat grogi—karena itu semua bagian dari proses yang sehat.

Kelima, ikut komunitas, forum, atau mentor yang bisa memberi simulasi interview dan feedback. Banyak Gen Z merasa sendirian menghadapi proses ini. Padahal, ketika dilatih dalam suasana aman dan suportif, kepercayaan diri mereka bisa tumbuh pesat. Yang dibutuhkan bukan sekadar informasi, tapi ruang untuk mencoba, salah, dan belajar.

Gen Z bukan tidak bisa interview. Mereka hanya terlalu sering menuntut diri untuk terlihat siap 100 persen, padahal yang diharapkan dari mereka adalah keaslian, kejelasan, dan keterbukaan untuk bertumbuh. Dunia kerja bukan hanya soal hard skill, tapi juga kemampuan membangun koneksi—dan koneksi muncul saat manusia berani tampil apa adanya, bukan saat berusaha keras terlihat tanpa cela.

Penting untuk diingat bahwa tampil manusiawi itu lebih kuat dari sekadar tampil sempurna. Jadi, kalau kamu sedang menanti interview berikutnya, ingatlah: kamu tidak harus tampil sempurna. Kamu hanya perlu hadir sebagai versi paling jujur dari dirimu yang sedang berusaha. Dan kadang, justru di situlah letak kesan paling kuat yang bisa kamu tinggalkan.

Depok, 7 April 2025

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun