Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta di Tengah Abu Singhasari

15 Oktober 2025   12:42 Diperbarui: 15 Oktober 2025   12:42 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di malam pernikahannya, setelah semua tamu pergi dan gamelan berhenti berbunyi, Wijaya berdiri di emperan istana.
Angin malam membawa wangi bunga kenanga.
Di kejauhan, bintang Arundhati berkelip di langit yang pekat.

Ia menutup mata, dan suaranya nyaris tak terdengar:
"Maafkan aku, Gayatri.
Aku menikah demi negeri, tapi jiwaku tetap milikmu."

Kembalinya Sang Rajapatni

Beberapa tahun kemudian, ketika Majapahit telah stabil dan Mongol diusir dari tanah Jawa, seorang perempuan datang dari arah timur.
Ia mengenakan busana biarawati kerajaan, rambutnya disanggul sederhana, namun tatapan matanya tetap teduh. Gayatri Rajapatni.

Berita kedatangannya membuat seluruh istana gempar.
Namun Raden Wijaya hanya diam di singgasananya, menatap perempuan itu ketika ia berjalan masuk ke balairung.

Mereka tidak berpelukan. Tidak juga berbicara lama.
Hanya saling menatap. Dua jiwa yang telah melalui perang, kehilangan, dan takdir.

Raden Wijaya berkta, "Dunia telah berputar, Gayatri. Aku kini raja, tapi tanpa arah bila kau tak di sisiku."

Gayatri tersenyum lembut ."Kau telah menemukan arahmu, Raden. Kau menyalakan kembali cahaya Singhasari. Biarlah aku menjadi cerminmu, dari balik bayangan."


"Tidak ada bayangan tanpa cahaya. Kau adalah cahaya itu," kata Raden Wijaya.

Gayatri menunduk. "Majapahit tak butuh cinta yang dibisikkan di malam hari, tapi cinta yang menjaga negeri di siang hari. Biarkan aku menjadi Rajapatni. bukan sekadar permaisuri, tapi penjaga arwah kerajaan ini."

Wijaya memejamkan mata.
Ia tahu, cinta mereka kini telah berubah bentuk. Dari pelukan menjadi keheningan, dari kerinduan menjadi kekuatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun