Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta di Tengah Abu Singhasari

15 Oktober 2025   12:42 Diperbarui: 15 Oktober 2025   12:42 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cahaya di Langit Timur

Malam itu, bintang Arundhati muncul di langit timur, berpasangan dengan bintang Vasistha --- simbol kesetiaan abadi.
Angin berembus lembut, membawa aroma kenanga dan melati, bunga kesukaan Gayatri.

Dari arah hutan Tarik, seberkas cahaya tampak melintas perlahan, berhenti di atas taman istana.
Dan di bawah cahaya itu, dua bayangan muncul.


"Lihatlah, Raden... Majapahit telah menjadi taman yang luas. Anak dan cucu kita menjaga bumi ini dengan kasih."

Raden Wijaya tersenyum tenang. "Semua itu karena engkau, Gayatri. Karena cinta yang kau tanam tumbuh menjadi akar peradaban."


"Cinta yang kau nyalakan, dan aku jaga." Jawab Gayatri.

Keduanya saling menatap. Tak ada air mata, tak ada penyesalan.
Yang tersisa hanyalah kedamaian. Hasil dari perjuangan panjang dua hati yang memilih pengabdian di atas keinginan.

Raden Wijaya berkata, "Dulu aku berkata, dunia boleh runtuh, tapi ketentuan Hyang Widi belum berakhir. Kini aku tahu, ketentuan Hyang Widi itu adalah kau."

Gayatri menatap langit, tersenyum. "Dan aku tahu, tak ada kerajaan yang abadi. Kecuali kerajaan cinta di hati manusia."

Warisan Waktu

Seiring waktu, kisah mereka menjadi kidung, dituturkan dari generasi ke generasi.
Para pujangga menulis nama mereka dalam naskah-naskah kuno:
Raden Wijaya, sang pembangun dunia.
Gayatri Rajapatni, sang cahaya kebijaksanaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun