Gayatri tersenyum dengan air mata di pipinya.
"Arundhati... bintang kesetiaan dalam pernikahan suci. Apakah itu janji?"
Wijaya menjawab lirih, "Itu sumpah."
Kediri Terbakar
Beberapa minggu kemudian, langit Kediri memerah.
Pasukan Mongol, bersekutu dengan pasukan kecil Wijaya, menyerbu dari utara dan barat.
Benteng demi benteng runtuh, dan istana Jayakatwang menjadi lautan api.
Raden Wijaya memimpin langsung serangan terakhir.
Pedangnya menembus kegelapan, menghapus jejak darah masa lalu.
Di tengah kobaran api, ia tahu, inilah akhir dari Kediri, dan awal dari sesuatu yang baru.
Namun di balik tembok yang runtuh, ia mencari satu wajah. Gayatri.
Ia berlari melewati puing, menembus asap dan debu, berteriak memanggil namanya.
"Gayatri! Di mana kau?"
Suara angin dan gemuruh api menjawabnya.
Hingga di dekat taman belakang istana, di antara reruntuhan pohon sawo kecik, ia melihat kain putih tergeletak di tanah.
Ia berlari, menggenggamnya.
Kain itu masih berbau bunga melati. Itu milik Gayatri.
Hatinya seperti diremuk.
Namun dari jauh terdengar suara lembut, samar, nyaris tertelan kobaran api.
"Raden..."
Ia menoleh cepat. Gayatri berdiri di bawah gerbang batu, wajahnya berdebu namun matanya masih bercahaya.