Mohon tunggu...
R Hady Syahputra Tambunan
R Hady Syahputra Tambunan Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

Pemerhati Politik Sosial Budaya. Pendidikan Bidang Hukum. Pengikut Gerakan Akal Sehat. Ex Relawan BaraJP / KAWAL PEMILU Pembelajar Tanpa Henti

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Logika (Ep-16) | Positivisme: Fakta Ilmiah-Indrawi Anti Metafisika

28 Juli 2025   20:43 Diperbarui: 4 Agustus 2025   18:59 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

5.6. Transformasi Positivisme di Era Digital dan Big Data

Di abad ke-21, positivisme menemukan bentuk baru dalam riset berbasis big data dan analisis statistik skala besar. Ilmuwan sosial kini dapat menganalisis perilaku jutaan individu melalui data digital, menerapkan metode empiris pada skala yang tak terbayangkan pada masa Comte.

Universitas-universitas top bahkan menawarkan program Computational Social Science yang berakar pada positivisme metodologis, meski kini diperkaya dengan machine learning dan teori jaringan kompleks. Pendekatan ini menegaskan bahwa meskipun istilah "positivisme" jarang dipakai, roh empirisnya semakin dominan dalam riset modern.

*

Bab 6. Positivisme Mengubah Budaya dan Sains Dunia

Positivisme, sejak lahirnya pada abad ke-19, bukan sekadar aliran filsafat abstrak, melainkan paradigma yang membentuk hubungan manusia dengan budaya, sains, dan struktur sosial global. Ia berperan sebagai jembatan antara tradisi rasionalisme Eropa, empirisme Inggris, serta kebutuhan peradaban modern untuk membangun tata pengetahuan yang stabil dan terukur. Namun, interaksinya dengan budaya dan sains dunia tidak bersifat linier; positivisme beradaptasi, ditolak, dan diintegrasikan dalam berbagai cara.

6.1. Positivisme dan Transformasi Budaya Ilmiah

Kehadiran positivisme mengubah cara masyarakat memahami pengetahuan dan otoritas. Di Eropa abad ke-19, pengaruh Comte mendorong sekularisasi pemikiran. Pengetahuan tidak lagi bergantung pada doktrin gereja, melainkan pada metode observasi dan hukum ilmiah. Hal ini memperkuat lahirnya budaya akademik modern yang menempatkan laboratorium, observatorium, dan universitas sebagai pusat otoritas pengetahuan.

Namun, positivisme tidak menghancurkan budaya lokal begitu saja. Di banyak negara, ia berpadu dengan nilai tradisional. Di Jepang era Meiji, misalnya, positivisme metodologis dalam pendidikan sains diadopsi tanpa menyingkirkan etika Konfusianisme. Di dunia Islam, aliran ini diterima dalam kerangka epistemologi Islam melalui tokoh seperti Muhammad Abduh (1849--1905) yang menekankan pentingnya akal dan sains dalam pembaruan umat, meski tetap menolak ateisme yang melekat pada beberapa cabang positivisme logis.

6.2. Positivisme dan Perkembangan Sains Alam

Dalam sains alam, positivisme berperan besar dalam menetapkan standar metodologi. Prinsip verifikasi empiris mendorong lahirnya metode ilmiah modern yang menuntut replikasi dan bukti kuantitatif. Fisika, kimia, dan biologi pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 berkembang pesat karena fondasi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun