Di fakultas ilmu sosial, positivisme tetap menjadi kerangka metodologis utama untuk penelitian kuantitatif. Di Harvard, kursus sosiologi dan ilmu politik masih mendasarkan riset pada pengumpulan data, pengujian hipotesis, dan analisis statistik-pendekatan yang berakar pada prinsip positivisme Durkheimian dan logika empiris.
Namun, ada perkembangan signifikan: positivisme kini dipadukan dengan pendekatan interpretatif (hermeneutik) dan kritis. Mahasiswa diajarkan bahwa meski data empiris penting, makna sosial tidak selalu bisa direduksi menjadi angka. Dengan demikian, positivisme menjadi bagian dari pluralisme metodologis.
5.3. Positivisme dalam Hukum dan Pendidikan Hukum
Di bidang hukum, positivisme tetap diajarkan secara luas, terutama melalui karya H. L. A. Hart dan Joseph Raz. Fakultas hukum di Oxford dan Cambridge, misalnya, masih menjadikan The Concept of Law karya Hart sebagai bacaan wajib. Prinsip utamanya-bahwa hukum sah karena diterima sebagai otoritas, bukan karena moralitasnya-tetap menjadi kerangka analisis hukum positif.
Di Amerika Serikat, legal positivism diajarkan di Harvard Law School sebagai bagian dari mata kuliah teori hukum. Di Asia, universitas-universitas besar seperti Peking University, National University of Singapore, dan UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta) juga memasukkan legal positivism dalam kurikulum teori hukum mereka.
5.4. Universitas Tua Asia dan Integrasi Positivisme
Universitas-universitas tua di Asia, meski memiliki tradisi budaya dan religius yang kuat, juga mengintegrasikan positivisme ke dalam kurikulum filsafat dan ilmu sosial. Al-Azhar University (Mesir), misalnya, mengajarkan filsafat sains yang membahas empirisme dan positivisme dalam kerangka epistemologi Islam. Universitas Tokyo dan Kyoto memasukkan metode positivistik dalam riset sosial dan ekonomi, meski sering dikombinasikan dengan teori kritis dan pendekatan budaya Jepang.
Di Indonesia, Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan UIN Syarif Hidayatullah mengajarkan positivisme dalam mata kuliah filsafat ilmu, metodologi penelitian, dan teori hukum. Buku-buku referensi utama seperti karya Comte, Hume, Hart, dan lingkaran Wina dipakai, meski sering dilengkapi dengan kritik kontemporer.
5.5. Akademisi Kontemporer yang Masih Berfokus pada Tema Positivisme
Beberapa akademisi modern tetap meneliti atau mengembangkan positivisme dalam berbagai bentuk:
- Bas van Fraassen (Princeton University), dengan constructive empiricism, menegaskan bahwa teori ilmiah tidak harus dianggap "benar secara ontologis", cukup jika dapat menjelaskan fenomena teramati.
- Joseph Raz (University of Oxford), salah satu filsuf hukum terkemuka, melanjutkan tradisi legal positivism dengan fokus pada otoritas dan norma hukum.
- Nancy Cartwright (Durham University), filsuf sains, mengeksplorasi keterbatasan model ilmiah namun tetap menekankan dasar empiris.
- Raymond Boudon (Sorbonne), sosiolog yang mengembangkan teori pilihan rasional dalam kerangka positivistik.
Meski istilah "positivisme" jarang dipakai sebagai label utama, pendekatan dan metodologinya tetap mendasari penelitian kontemporer.