Mohon tunggu...
Rakelly Adisti
Rakelly Adisti Mohon Tunggu... Lainnya - @rakellyadst

Cuma mahasiswa yang hobi baca.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku Bukan Parasit

29 Februari 2020   07:19 Diperbarui: 29 Februari 2020   07:21 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                                                 PROLOG

Reina, Reina Ananta Putri namanya. Biasa dipanggil Reina dan menolak keras untuk dipanggil Putri. Sebab, menurutnya ia bukanlah Putri bak negeri dongeng. Gadis berdarah Sunda yang kini sedang menginjak kelas 11 SMA di salah satu sekolah favorit di Kota Kembang.

Hingga terjadi sesuatu yang menampar keras keluargannya. Setelah kejadian itu, perhatian tak pernah ia dapatkan. Di cap sebagai anak nakal di sekolah dan tidak tahu diri seperti label yang selalu melekat pada tubuhnya. Ia ingin ibunya menganggapnya ada bukan parasit.

                                                                                                                                                     1.

"Kringgggg!!!" suara bel menggema disetiap sudut sekolah, menandakan berakhirnya kegiatan belajar mengajar, siswa dan siswi berbondong-bondong keluar dari kelas, ingin segera menghirup udara bebas.

"CUTTTTT!!!" suara yang sangat melengking membuat semua pasang mata menoleh kearahnya. Gadis dengan rambut yang di ikat pony tail kini tengah berlari menghampiri seseorang yang ia panggil.

"Kau ini keras sekali memanggilku" ucap gadis dengan balutan jilbab di kepalanya. Namanya Cut Syarifah, tapi teman-temannya lebih sering memanggil namanya Cut ketimbang Syarifah.

"Hehehe ya maaf, gitu aja ngambek" ucap Reina dengan wajah tanpa dosa.

"ada apa? Cut ingin pulang" ucap Cut sebal kepada Reina

"nongkrong yuk!" ajak Reina

"ahh ajak Tiwi saja, Cut ingin pulang banyak tugas yang harus Cut kerjakan"

"ayolah Cut nanti aku traktir deh" rayu Reina.

"tak mau Reina, Cut ingin pulang titik" sanggah Cut yang bersikeras untuk tetap pulang.

"ah ga asik kamu Cut"

"terserah kamu saja, Cut pulang duluan ya ajak yang lain saja hehe Assalamualaikum" pamit Cut kepada Reina yang kini wajahnya sudah cemberut.

"waalaikumsalam, ya udah sana pulang" ucap Reina tegas

"dih gitu aja ngambek, dah ah sampai nanti" ucap Cut menjauh dari Reina sambil melambaikan tangan.

"bye!"

Apakah Reina pasrah dan menerima keadaan ? Tentunya tidak, ia langsung mencari sahabatnya yang lain bernama Pratiwi. Gadis Jawa berotak cerdas, yang anehnya mau saja berteman dengan Reina yang bertolak belakang dengan dia.

Reina tidak perlu kerepotan mencari keberadaan Tiwi, jika tidak ada di kelas cari saja ke perpus jika tidak ada di perpus cari saja disanggar osis. Hal yang langka jika saat bel pulang bebunyi Tiwi langsung terbirit birit pulang.

***

Suasana yang sepi, bau buku yang khas dan jauh dari kata keributan. Perpustkaan, jangan berharap Reina akan membaca buku-buku yang tertata rapi di rak. Ia hanya ingin bertemu Tiwi, harapan satu-satunya teman yang bisa di ajak nongkrong.

"TIWI!"

"eh ayam-ayam" kaget Tiwi yang hampir saja akan melemparkan bukunya.

"serius amat wi" ucap Reina tanpa wajah berdosa

"lain kali bisa ga si Ren ga perlu ngagetin, ini perpus bukan tempat konser tau ga?" ucap Tiwi sambil memutar bola matanya.

"tau lah orang di pintu ada namanya perpus"

"ada apa sih, tumben banget ke perpus. Oh iyaa kebetulan tadii aku ketemu sama Bu Retno katanya tadi kamu remedial pelajaran Prakarya, masa Prakarya di remed sih Renn, dan tau ga aku yang kena omel Bu Retno!"

"panjang amat sist, yang di remednya aja santai kaya di pantai" ucap Reina sembari memanyunkan mulutnya, ia belum siap mendapat ceramah dari Tiwi.

"serah dehh" pasrah Tiwi melihat kelakuan sahabatnya yang satu ini.

"nongkrong yuk Dew, pusing ni kepala mumet tadi ulangan Kimia cuman dapat nilai 10"

"pusing tuh minum obat bukan nongkronng" ucap Tiwi yang melanjutkan fokusnya pada novel tebal karya J K Rowling

"ayolah Wii, plisss Cut ga asik tadi di ajak buru-buru pulang katanya banyak tugas, banyak alasan banget tuh anak! So sibuk" ucap Reina

"lah emang lagi banyak tugas kan"

"iya sihh, tapi ngerjain disekolah juga masih sempet kali ah" ucap Reina enteng dengan wajah yang sangat santai.

Tiwi yang mendengar ucapan Reina hanya menepuk jidatnya, ia heran mengapa bisa berteman dengan orang sepeti Reina. Mau tidak mau ia menyanggupi permintaan Reina, jika tidak percuma ia menghabiskan waktunya di perpus hanya mendengar ajakan Reina yang menganggu fokusnya membaca. Dan Tiwi tahu, Reina bukan hanya sekedar ingin nongkrong, ia hanya mengulur waktu pulang untuk telat sampai di rumahnya.

                                                                                                                                                 2.

Aroma mochacino tercium di setiap sudut ruangan, alunan musik memberi kehangatan bagi pengunjung. Dua gadis yang masih menggunakan seragam sibuk memilih bangku yang akan mereka jadikan sebagai tempat nongkrong.

"ahh disitu aja, bener ga wi?" ajak Reina kepada Tiwi

"dih apaan deket banget toilet mending disini deket kaca gimana sih" ucap Tiwi menolak, yang benar saja makan dekat toilet

"ogah ah, banyak yang liat entar" tolak Reina yang masih tetap dengan pendiriannya

"lagian siapa si yang mau liatin, artis bukan" ucap Tiwi sambil memutat bolanya malas

"situ aja wiiii" ucap Reina

"engga, kalo ga disini aku pulang aja"

"ya udah iya bawel bener" ucap Reina pasrah dan menyanggupi keinginan Tiwi, keduannya sibuk memilih makanan yang akan mereka pesan.

"Ren pesen apaan?" tanya Tiwi kepada Reina

"emm mie goreng sama minumnya greentelate, kalo kamu wi?"

"chiken spicy with mozzarella minumnya redvelvet bubble"

"dih itu kan mahal"

"ditraktir kamu kan Ren hehe"

Reina hanya pasrah  dan menerima keadaan dengan lapang dada, uang sakunya akan totos hari ini. Tak apa menurutnya yang penting ia bisa nongkrong dan bisa menghindari kesuyian rumahnya yang mencekam.

Tidak terasa langit mulai menggelap, matahari akan pulang ke ufuk barat dan meninggalkan senja yang nampak indah. Reina dan Tiwi segera bergegas meninggalkan caf, sebenarnya jika Tiwi yang tidak memaksa Reina untuk segera pulang ia tidak akan pulang mungkin menginap di caf itu.

"aku duluan ya Ren, ojek online ku udah di sebrang" pamit Tiwi kepada Reina

"oke hati-hati" ucap Reina melambaikan tangan kepada Tiwi yang mulai menjauh darinya.

Langit semakin menggelap ia segera memesan ojek online untuk sampai ke rumahnya. Sebenarnya, jika ia pulang jam berapa saja tidak akan ada orang yang mencarinya. Keluarganya? Jangan tanyakan hal itu, mengingatnya pun cukup membuat hati Reina teriris.

***

Sepi dan sunyi. Dua kata yang menggambarkan rumahnya kini ralat rumah orang tuanya. Reina benci mungkin sangat benci berada disini, berada di sekitar orang-orang yang tidak peduli dengannya. Berada di bangunan yang mencekam dan mengutuk dirinya padahal dulu sebagai tempat dimana melepas lelah dan berbagi cerita.

"non sudah pulang?" tanya Bi Asih. Pembantu sekaligus ibu menurut Reina, yang selalu ada untuk Reina.

"udah bi" ucap Reina kepada Bi Asih

"ya sudah non mau makan apa? Biar Bibi siapakan" tawar Bi Asih kepada Reina

"ga usah Bi udah makan diluar, Reina ke kamar dulu" tolak Reina halus

"oh baik non, kalo ada apa-apa panggil aja Bibi non" ucap Bi Asih kepada Reina

Reina tidak membalas ucapan Bi Asih, ia hanya tersyum getir dan langsung pergi ke kamarnya yang berada di lantai dua.

Baru saja ia hendak membuka pintu kamarnya, seseorang memanggil namanya. Ya seseorang itu berada tepat di belakang Reina

"baru pulang?" tanya orang itu

"keliatannya?" ucap Reina datar bahkan tidak menatap pasang mata orang itu

"bisa sedikit sopan ga ke abang sendiri?" ya, orang itu kakanya, hanya beda tipis umurnya dengan Reina. Seorang mahasiswa baru di salah satu Universitas di Bandung. Reza namannya. Reza Ananta Putra.

"aku cape mau istirahat" ucap Reina dan langsung masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya agar tidak ada orang yang dapat masuk ke dalam kamarnya.

Sebenarnya ia sangat rindu, rindu berbagi cerita, rindu saling mengejek. Namun, keadaan sudah berbeda bukan seperti dulu lagi. Ia ingin saat ini membuka pintu kamarnya berbalik dan memeluk kakanya itu. Bercerita, mengadu bahwa ia sangat lelah, lelah dengan keadaan yang terus mengikisnya perlahan, keadaan yang terus menjauhkan dirinya dari lingkaran, keadaan yang menjatuhkannya terlalu dalam.

Tapi apa boleh buat, menurutnya itu hal yang mustahil. Tidak mungkin seseorang dengan mudahnya membuka pintu maaf lebar-lebar untuk seseorang yang hampir saja menghilangkan nyawa orang yang sangat ia sayang. Memikirkannya pun membuat kepala Reina pusing tujuh keliling.

Lalu Reina mengambil handuk dan bergegas menyiram tubuhnya dengan air hangat, berharap pikirannya akan jauh lebih baik.

                                                                                                                                                3.

Sinar mentari mulai menembus jendela kamar gadis yang bernama Reina jam menunjukan pukul 05.00 pagi. Ia sangat malas untuk mengguyur tubuhnya dengan air di pagi buta. Membayangkannya saja sudah membuatnya kedinginan, hal yang wajar menurutnya apabila terlambat datang ke sekolah. Oleh karena itu, ia menarik selimutnya dan kembali tidur dan menyambut bunga mimpi.

"non!" teriak seseorang diluar kamar Reina, siapa lagi jika bukan si Bibi. Hal yang mustahil jika ibunya yang melakukan hal tersebut.

"non sudah siang non" teriak si Bibi lagi, kini dengan suaranya yang lebih tinggi.

"erghh, jam berapa si?" ucap Reina sembari mengucek ngucek kedua matanya.

"eh buset jam setengah tujuh woy" teriak Reina di dalam kamar dan segera bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

***

Sudah ada ibu dan kakanya di meja makan, keduanya sibuk melahap nasi goreng yang di temani dengan segelas susu sapi. Pemandangan yang indah memang keduannya saling tertawa dan berbagi cerita, tidak ingin melihat pemandangan itu terlalu lama, Reina melewati ruang makan begitu saja tanpa minat mengucapkan selamat pagi dan menoleh kea rah ibu dan kakanya. Hingga suara yang keluar dari mulut wanita paruh baya mengehentikan langkahnya.

"mau sampai kapan kamu telat begini?" ucap wanita itu yang tak lain dan tak bukan adalah ibunya.

Yang ditanya hanya diam seribu bahasa tanpa minat berbalik arah.

"anak yang ga tau diri, di sekolahin hobinya telat mulu"

Reina masih tetap diam di tempatnya. Hingga akhirnya ibunya mendekat dan berada tepat di depannya.

"mau jadi apa kalo kamu seperti ini?"

Kata demi kata yang keluar dari mulut ibunya cukup membuat moodnya di pagi hari ini hancur, tidak mau mencari keributan ia segera pergi dan meninggalkan ibunya yang masih bergejolak amarah.

"saya belum selesai  bicara Reina, Reinaaaaa" teriak ibunya dengan emosi yang menggebu-gebu.

***

"Jadi jika 2x dikali kan dengan 5x hasilnya akan 10x pangkat dua, masa gini aja kalian tidak bisa aduh" ucap Bu Lina dengan emosi yang menggebu-gebu.

Suara Bu Lina menggema di setiap sudut ruangan kelas, semua anak sibuk memperhatikannya tidak ada yang berani memainkan smarthpone bahkan hanya mengobrol dengan teman sebangku saja tidak berani, seperti masuk ke dalam lubang buaya dan mencari mati saja. Hingga tiba-tiba seorang gadis dengan rambut diikat pony tail menyusup ke dalam kelas membuat semua pasang mata menolehnya, yang di perhatikan memberi aba -aba agar semua temannya tetap memperhatikan gurunya yang sedang menjelaskan itu.

 "sutttt" ucap Reina. Dengan langkah hati-hati dan sedikit menjongkok ia hampir sampai di bangkunya. Tinggal beberapa langkah lagi ucapnya dalam hati. Namun usahanya sia-sia, Bu Lina sudah lebih dulu menangkap sosok yang mengganjal menurutnya.

" REINA ANANTA PUTRI" teriak Bu Lina yang membuat semua murid terdiam seribu bahasa.

Reina tertegun, ia merutuki nasibnya kini. Aduh mampus batinya menjerit. Dengan perlahan ia berdiri dan menatap sepasang mata elang yang kini sepertinya sudah ingin memangsanya.

" kamu ini mau sampai kapan begini, telat teruss" bentak Bu Lina kepada Reina.

Yang di bentak hanya diam seribu bahasa tanpa berkutik, menurutnya percuma memberikan alasan jika alasannya saja sudah pasti tidak di terima.

 " kamu mau jadi patung ? Atau cita-cita kamu jadi patung?" ucap Bu Lina yang membuat semua murid di dalam kelas tertawa terbahak-bahak.

" kenapa ada yang lucu?" ucap Bu Lina datar kepada semua murid dan membuat semuanya kembali diam.

"saya sudah cape ya Reina, setiap pelajaram saya kamu selalu telat. Nilai mu sangat anjlok. Mau jadi apa kamu?" tegas Bu Lina kepada Reina.

"maaf bu" ucap Reina pelan. Sebenarnya bukan karena Reina bodoh dan pemalas. Tapi, menurutnya jika ia melakukan yang terbaik tetapi tetap tidak dihargai untuk apa.

"kamu ga kasian sama orang tua kamu?" ucap Bu Lina yang membuat Reina terseyum getir. Orang tua? Ingin rasanya tertawa berbahak-bahak. Bukan kan seharusnya ia yang bertanya kepada orang tuanya apa mereka tidak kasihan dengan Reina.

"saya terpaksa akan memanggil orang tuamu, yang lain kerjakan halama 40 sampai 60 jangan ada yang keluar kelas jika ada saya panggil juga orang tuanya"  ucap Bu Lina dan pergi meninggalkan kelas.

"buset halaman 40 sampai 60 totalnya 100 soal coy, mana ga ngerti lagi" keluh Adam si ketua kelas.

Dengan langkah goyah ia duduk dibangkunya, Tiwi yang berada di sampingnya berusaha tersenyum kepada Reina. Ia tahu Reina sebenarnya mempunyai kemampuan yang orang lain tidak punya. Ia jago menggambar, dahulu saat mereka menginjak bangku SMP Reina selalu memenangkan perlombaan menggambar. Tapi semenjak kejadian yang membuat Reina menjadi sekarang, ia tidak pernah menyentuh lagi alat gambar.

"Emm Ren" ucap Tiwi yang mencoba memulai percakapan.

Reina hanya menoleh tanpa mengeluarkan sepatah kata.

"kamu gapapa kan Ren" tanya Tiwi khawatir kepada Reina.

"kayanya karena udah terlalu sering membuat aku jadi gapapa dengan kondisi seperti ini" ucap Reina tersenyum getir menatap sepasang mata milik Tiwi.

                                                                                                                                                   4.

Bel istirahat menggema di setiap sudut sekolah, siswa dan siswi berbondong bondong ke kantin dan tidak tahan untuk menyantap makanan favoritnya. Reina, Cut dan Tiwi pun melakukan hal yang sama. Mereka pergi ke kantin untuk menyantap makanan favoritnya, terlebih Cut ia memanfaatkan waktu instirahat untuk bertemu dengan cowo yang di sukainya secara diam-diam.

"Tiw Ren mau pesan apa nanti Cut pesankan?" tawar Cut.

"tumben baik" ledek Reina kepada Cut

"eh Ren kan ada Andri tuh yang lagi nganrti"

"ihh Tiwi!! Cut tidak suka sama Andri" elak Cut, padahal dari wajahnya yang sudah berubah menjadi kepiting rebus sudah terlihat bahwa ia menyukai Andri murid kelas XI yang letak kelasnya berdampingan dengan kelas mereka.

"siapa juga yang bilang suka" ucap Tiwi yang dibalas dengan cubitan Cut

"udah ah jadi kalian mau pesan apa? Mie ayam aja ya, soalnya Cut ingin mie ayam" ucap Cut memohon

"dih sejak kapan Cut suka Mie ayam? Perasaan kalo ke kantin pesennya Baso melulu" ucap Reina

"aduh Reina kan si Andri lagi ngantri di Mie ayam" ucap Tiwi yang masih menggoda Cut

"ihh apa sih Tiwi, dah ah mie ayam kan oke tunggu sebentar ya" ucap Cut dan langsung meninggalkan mereka berdua.

"emang ya gara gara cinta orang jadi gila" ucap Reina yang dibalas dengan gelak tawa Tiwi yang keras dan membuat semua pasang mata menoleh kepada mereka.

***

Tiga mangkuk mie ayam siap mendarat di meja mereka, wangi khas mie ayam terhirup dan membuat cacing-cacing di dalam perut berteriak.

Baru saja Reina akan melahap mie ayam tiba-tiba suara yang muncul dari speaker sekolah menghentikannya.

"Panggilan kepada Reina Ananta Putri untuk segera menghadap ke ruang BK secepatnya, karena ada orang tuanya sudah menunggu" ucap seseorang di speaker.

Mie ayam yang berada di hadapannya tak lagi menggiurkan, kini semua pasang mata menuju kearahnya. Dengan cepat, ia berdiri dan meninggalkan kantin menuju ruang BK.

Tiwi dan Cut tahu, mereka akan mendengar kabar tidak baik jika sahabatnya itu berurusan dengan ruang BK. Mereka segera menyusul sahabatnya itu, dan memastikan mereka akan selalu ada untuk Reina. Karena mereka tahu, sebenarnya Reina sangat rapuh.

***

Di dalam ruang BK sudah ada Bu Lina, Bu Ajeng guru BK, Bu Rahayu yang merupakann wali kelas Reina, dan seorang wanita paruh baya dengan baju dan tas branded yang tak lain dan tak bukan adalah ibu Reina sendiri, Bu Maya namanya.

Suara pintu terbuka dan menampilkan Reina dan teman-temannya.

"ayo Reina masuk" ucap Bu Rahayu kepada Reina, Reina sangat menyayangi Bu Rahayu. Menurutnya Bu Rahayu sudah seperti ibu kandungnya sendiri, meskpiun Bu Rahayu tidak pernah tahu apa di balik kenakalan Reina Bu Rahayu tidak pernah membentak Reina.

Dengan jalan gontay Reina duduk berdampngan dengan ibunya, ibunya sama sekali tidak menatap Reina.

"eh eh ngapain kalian masuk juga?" tanya Bu Lina kepada Tiwi dan Cut

"nemenin Reina bu" jawab Cut dengan polosnya

"keluar kalian, tunggu di luar saja" perintah Bu Lina dengan tangan mengusir.

"eh tapi buu"

"sudah kalian lebih baik keluar saja ya, jika ada apa-apa nanti ibu panggil untuk masuk ke dalam" ucap Bu Rahayu tersenyum, karena Bu Rahayu tahu Bu Lina tetap tidak akan mengijinkan Cut dan Tiwi berada di dalam ruangan.

"baik, Reina dan orang tuanya sudah ada disini. Jadi apa permasalahannya Bu Lina sampai Reina di seret ke ruang BK?" tanya Bu Ajeng selaku guru BK

"jadi gini ya bu, sebenarnya saya sudah muak sama ini anak. Setiap pelajaran saya selalu telat masuk, tugas-tugas yang selalu saya berika tidak ada satu pun yang dia kerjakan" ucap Bu Lina dengan emosi yang menggebu-gebu.

"tolong jelaskan Reina apa alasan kamu melakukan itu semua" ucap Bu Ajeng

"sebelumnya saya minta maaf kepada Bu Lina, untuk hari ini saya benar-benar telat bangun bu. Tapi, dengan tugas yang ibu berikan saya selalu mengerjakannya mungkin saya selalu telat mengumpulkannya dibandingkan yang lain. Sekali lagi saya minta maaf" ucap Reina jujur kepada Bu Lina.

"apa benar Bu, Reina selalu mengerjakan tugas tapi selalu telat mengumpulkan?" tanya Bu Ajeng kepada Bu Lina, Bu Lina yang ditanya pura-pura tidak melihat sepasang mata Bu Ajeng yang menatapnya intens.

"iya sihh, tapi telat. Yang bikin saya muak itu dia selalu telat datang ketika pelajaran saya" ucap Bu Lina yang tidak mau mengalah.

Kini giliran Bu Rahayu yang bersuara.

"apakah ibu sudah membangunkan Reina untuk segera bersiap-siap menuju sekolah?" tanya Bu Rahayu kepada wanita paruh baya disamping Reina yaitu ibunya.

"su.. emm sudah bu, Reinanya aja yang susah dibangunin" ucap Bu Maya

Mendengar hal itu membuat hati Reina teriris, sejak kapan ibunya membangunkannya? Untuk menanyakan kabar Reina pun tidak pernah keluar dari mulut ibunya.

"emm saya sudah bangunkan Reina berkali-kali, saya juga sudah siapkan sarapan untuk Reina. Tapi, dia sulit sekali bangun Bu. Saya meminta maaf kepada ibu semua atas kesalahan yang anak saya perbuat" lanjut Maya.

Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Reina di jatuhkan hukuman dengan skors selama 3 hari.

"baik kalau begitu saya meminta izin untuk  membawa Reina pulang" ucap Bu Maya.

                                                                                                                                                    5.

Di luar ruang BK ada Tiwi dan Cut yang mencemaskan kondisi Reina sekarang. Mereka tahu, ibunya akan mengucapkan yang berbanding terbalik dengan keadaannya. Tak lama kemudian Reina keluar bersama ibunya dari ruang BK.

"ayo cepat ambil tas nya, kita pulang" ucap Bu Maya dengan tatapan tajam kea rah Reina

"Hah? Pulang? Kenapa pulang?" tanya Cut yang tidak mengerti.

"ayo Cutt" ajak Tiwi untuk segera menyusul Reina yang lebih dulu pergi

Semua murid di dalam kelas menatap Reina tidak suka. Reina sudah biasa ditatap seperti ini, karena menurutnya ibunya jauh menyeramkan dari teman-temannya ini.

Tiba- tiba Tiwi dan Cut sudah berada di samping Reina dan membantu memasukan buku-buku ke dalam tas Reina.

"Ren kamu gapapakan?" tanya Tiwi khawatir.

"gapapa cuman di skors 3 hari" ucap Reina terseyum pahit.

"Ren  kalo ada apa-apa di rumah segera hubungi kami ya" ucap Cut yang tak kalah khawatir.

Reina hanya membalas dengan senyuman.

"aku pamit dulu ya, ibuku udah nunggu di parkiran" ucap Reinayang dibalas pelukan oleh Cut dan Tiwi.

"tapi kamu harus janji Ren, segera kabari kami kalau ada apa-apa"

"iyaa, santai aja kali" ucap Reina dan langsung pergi meninggalkan kedua sahabatnya.

***

Mobil dengan warn merah menyala terpakir di parkiran sekolah, wanita paruh baya itu sedang sibuk memainkan handphonenya. Bu Maya sadar Reina tengah mendekat ke arahnya dan kemudian mengentikan aktivitasnya bermain handphone.

"masuk" perintahnya kepada Reina.

Di dalam mobil tidak ada percakapan antara ibu dan anak, keduannya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya mereka sampai di rumah yang sunyi dan sepi.

Tas dengan harga jutaan rupiah mendarat empuk di atas sofa, Reina tahu apa yang akan terjadi sekarang.

"percuma saya sekolahkan kamu, kamu selalu membuat saya malu" tunjuk ibunya kepada Reina. Kini jarak mereka hanya setengah meter.

"kamu ga sadar? kamu sudah membuat saya malu berkali kali, dipanggil sekolah berkali-kali. KAMU PIKIR SAYA TIDAK MALU? KAMU PIKIR SAYA MAU DIPANGGIL KE SEKOLAH?"

Reina hanya diam, ia sudah tidak tahan untuk meneteskan air matanya.

"KAMU INI ANAK YANG GA TAU DIRI"

"KAMU SUDAH MEREBUT KEBAHAGIAAN SAYA, KAMU SADAR GA SIH? KAMU INI ANAK YANG TIDAK TAHU DIRI REINA. SAYA BENCI KAMU" sebuah tamparan mendarat di pipi mulus Reina, kini pipinya memerah. Air matanya sudah membahasahi pipinya.

"APAKAH MAMAH TAHU RASANYA DIANGGAP TIDAK ADA?"

"APAKAH MAMAH TAHU RASANYA DI ASINGKAN DI RUMAH SENDIRI" plak, tamparan untuk kedua kalinya mendarat dipipi kanan Reina. Air mata yang membasahi pipi membuat pipi terasa panas dan terasa perih.

"KAMU YANG MEMBUAT SUAMI SAYA MENINGGAL, KAMU MEREBUT KEBAHAGIAAN SAYA, SAYA MENYESAL MELAHIRKAN KAMU DI BUMI INI" teriak Bu Maya dengan air mata yang terus berderai.

Reina tidak menyangka ibunya akan mengatakan hal tersebut, sesuatu yang sangat Reina takutkan keluar dari mulut  ibunya. Hari in yang ditakutkannya keluar dengan mulus dari mulut ibunya.

Bu Maya akhirnya terduduk lemas dan tidak lagi mengucapkan kata-kata yang menyakitinya lagi. Kini ia menangis sejadi-jadinya.

Dengan langkah perlahan Reina mulai mendekati ibunya, kemudia Reina memeluk ibunya dengan penuh kehanngatan. Tapi, Bu Maya menolak pelukan Reina, ibunya berusaha melepaskan pelukannya dengan cara memukul tangan Reina hingga berkali-kali. Namun, Reina sama sekali tidak melepaskan pelukannya bahkan ia memperkuat pelukannya. Karena ia tahu rasanya bagaimana jika ditinggalkan dengan orang tersayang secara mendadak. Reina sudah tidak menyalahkan diri sendiri, ia sudah berusaha ikhlas akan kepergiaan ayahnya itu.

                                                                                                                                                6.

2 tahun yang lalu...

"ayo dong yah, ajarin Reina motor" rengek Reina kepada ayahnya yang sedang sibuk membaca Koran.

"kamu masih kecil Ren" ucap ayahnya

"cuman belajar doang ko" ucap Reina memohon

"nanti saja jika kamu sudah punya SIM"

"abang aja diajarin motor, masa aku engga. Ayah pilih kasih" ucap Reina pergi meninggalkan ayahnya.

Reina yang masih labil dan manja saat itu, sangat marah kepada ayahnya. Bahkan jika ayahnya bertanya Reina tidak menjawab bahkan memalingkan wajah tidak ingin menatap wajah ayahnya. Hingga pada suatu hari, ayahnya mengijinkan Reina untuk belajar motor. Mendengar kabar tersebut, membuat Reina terseyum sepanjang hari.

Dengan sabar, ayahnya mengajarkan Reina mengendarai motor. Mengelilingi komplek setiap sore, namun ketika Reina merasa bahwa dia sudah jago mengendarai motor ia merengek kepada ayahnya untuk mengjinkannya ke jalan raya. Sebenarnya ibunya tidak menyetujui Reina mengendarai motor ke jalan raya, tetapi ayahnya tidak ingin melihat Reina kecewa akhirnya ayahnya mengijinkan dengan syarat ayahnya berada dibelakang Reina sebagai penumpang.

Hingga pada suatu hari, Reina menjalankan motor dengan kecepatan yang tinggi. Di arah yang berlawanan mobil melaju dengan kecepatan tinggi menabrak motor yang di kendarai Reina. Ayahnya terpental jauh dengan kondisi yang tidak sadarkan diri. Sedangkan Reina terhimpit oleh sepeda motornya.

Keduanya di larikan ke rumah sakit, namun sayang ayahnya tidak dapat di selamatkan. Benturan keras yang menyebabkan ayahnya kehilangan nyawanya.

Bu Maya yang merupakan ibu Reina menjerit dan menangis histeris. Ia tidak siap kehilangan orang yang ia cintai.

***

Hal ini yang membuat Bu Maya sangat membenci Reina, menurutnya Reina adalah pembawa sial. Dan hingga detik ini Bu Maya belum siap dengan keadaan yang menampar keras bahwa suaminya sudah tidak ada.

"mah ini semua udah takdir Allah SWT, mamah harus mencoba ikhlas" ucap Reina yang masih memeluk ibunya.

"maafin Reina mah, Reina emang anak yang ga tahu diri. Reina mintaa maaf" ucap Reina melonggarkan pelukannya dan pergi meninggalkan ibunya. Ia tidak ingin ibunya melihar Reina menangis histeris.

Belum satu meter ia menjauh, tiba-tiba ibunya memanggil.

"Reina" ucap ibunya yang lansgung memeluk Reina. Jujur Reina sangat merindukan pelukan ini.

"maafin mamah, ga seharusnya mamah nyalahin kamu. Kamu benar ini semua sudah takdir Allah. Mamah minta maaf nak" ucap ibunya mencium kening Reina.

"sikap mamah emang keterlaluan, mama benar-benar minta maaf. Mamah bukan contoh ibu yang baik" ucap ibunya

"mah jangan berbicara seperti itu, seharusnya aku yang minta maaf. Aku selau mengecewakan mamah, mulai saat ini aku akan melakukan hal terbaik"

"mamah sayang kamu nak"

"Reina lebih sayang mamah" ucap Reina memeluk erat ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun