"bisa sedikit sopan ga ke abang sendiri?" ya, orang itu kakanya, hanya beda tipis umurnya dengan Reina. Seorang mahasiswa baru di salah satu Universitas di Bandung. Reza namannya. Reza Ananta Putra.
"aku cape mau istirahat" ucap Reina dan langsung masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya agar tidak ada orang yang dapat masuk ke dalam kamarnya.
Sebenarnya ia sangat rindu, rindu berbagi cerita, rindu saling mengejek. Namun, keadaan sudah berbeda bukan seperti dulu lagi. Ia ingin saat ini membuka pintu kamarnya berbalik dan memeluk kakanya itu. Bercerita, mengadu bahwa ia sangat lelah, lelah dengan keadaan yang terus mengikisnya perlahan, keadaan yang terus menjauhkan dirinya dari lingkaran, keadaan yang menjatuhkannya terlalu dalam.
Tapi apa boleh buat, menurutnya itu hal yang mustahil. Tidak mungkin seseorang dengan mudahnya membuka pintu maaf lebar-lebar untuk seseorang yang hampir saja menghilangkan nyawa orang yang sangat ia sayang. Memikirkannya pun membuat kepala Reina pusing tujuh keliling.
Lalu Reina mengambil handuk dan bergegas menyiram tubuhnya dengan air hangat, berharap pikirannya akan jauh lebih baik.
                                                                        3.
Sinar mentari mulai menembus jendela kamar gadis yang bernama Reina jam menunjukan pukul 05.00 pagi. Ia sangat malas untuk mengguyur tubuhnya dengan air di pagi buta. Membayangkannya saja sudah membuatnya kedinginan, hal yang wajar menurutnya apabila terlambat datang ke sekolah. Oleh karena itu, ia menarik selimutnya dan kembali tidur dan menyambut bunga mimpi.
"non!" teriak seseorang diluar kamar Reina, siapa lagi jika bukan si Bibi. Hal yang mustahil jika ibunya yang melakukan hal tersebut.
"non sudah siang non" teriak si Bibi lagi, kini dengan suaranya yang lebih tinggi.
"erghh, jam berapa si?" ucap Reina sembari mengucek ngucek kedua matanya.
"eh buset jam setengah tujuh woy" teriak Reina di dalam kamar dan segera bergegas masuk ke dalam kamar mandi.