Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Tantangan Ekonomi dan Dinamika Kepercayaan Publik dalam 6 Bulan Prabowo-Gibran

27 April 2025   21:12 Diperbarui: 27 April 2025   21:12 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Subianto mengadakan pertemuan dengan investor global Ray Dalio di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat, 7/42025. (Foto: BPMI Setpres)

Setelah enam bulan masa pemerintahan, pasangan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka masih menikmati tingkat kepercayaan publik yang tinggi.

Survei Indonesia Social Insight (IDSIGHT) menunjukkan bahwa 74,6% responden menilai positif kinerja Presiden Prabowo, sementara 73,5% memberikan penilaian serupa kepada Wapres Gibran (Antaranews.com, 27/4/2025).

Survei ini didasarkan pada analisis sentimen publik terhadap konten di akun media sosial resmi Presiden dan Wakil Presiden pada periode 6 hingga 15 April 2025.

Namun, angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan dengan survei sebelumnya pada 100 hari pertama pemerintahan, di mana tingkat kepuasan mencapai 83,4% untuk Prabowo dan 78,2% untuk Gibran (Kompas.com, 20/1/2024).

Fenomena ini mengundang pertanyaan kritis: aspek apa yang memicu penurunan, dan bagaimana pemerintah harus merespons?

Terkait kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, Kompasianer dapat memeriksa tulisan saya yang tayang di Kompas.com berikut ini:

https://katanetizen.kompas.com/read/2025/01/30/220843885/bagaimana-100-hari-prabowo-gibran-sejauh-ini

Dinamika Kepercayaan Publik

Sebelum Indonesia Social Insight (IDSIGHT) menggelar survei, ternyata Lembaga Survei Indonesia (LSI) sudah merilis tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara.

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang digelar pada 22-26 Maret 2025 terhadap 1.214 responden menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap sejumlah lembaga negara masih relatif tinggi, meski terdapat variasi antar lembaga.

Presiden menempati posisi teratas dengan tingkat kepercayaan publik sebesar 88 persen, diikuti oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebesar 84 persen.

Pada kategori penegak hukum, Kejaksaan Agung memperoleh tingkat kepercayaan tertinggi sebesar 75 persen, disusul MK (72 persen), KPK (68 persen), Pengadilan (66 persen), dan Polri yang berada di posisi terendah dengan 65 persen.

Survei ini menggunakan metode double sampling dengan margin of error sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Jika dibandingkan dengan survei LSI pada Januari 2025, terlihat adanya sedikit penurunan tingkat kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum, terutama pada Pengadilan dan Polri.

Dinamika Tantangan Ekonomi dan Politik

Selama enam bulan pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, tantangan ekonomi-politik yang dihadapi sangat kompleks dan multidimensional.

Berikut adalah gambaran singkat situasi tantangan ekonomi yang menonjol:

1. Pelemahan Rupiah dan Gejolak Pasar Keuangan

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah hingga menembus Rp17.000, disertai gejolak di bursa saham. 

Kondisi ini memperburuk sentimen publik dan menurunkan kepercayaan investor, sehingga memicu kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi makro (Kontan.co.id, 20/4/22025).

2. Tekanan Fiskal dan Kenaikan Utang

Tekanan fiskal meningkat signifikan, tercermin dari melonjaknya belanja subsidi (Rp535,2 triliun hingga Maret 2025) dan penambahan utang pemerintah sebesar Rp511,3 triliun dalam waktu singkat. 

Defisit APBN diperkirakan melebihi Rp600 triliun, sementara jatuh tempo utang tahun 2025 sekitar Rp800 triliun, menandakan beban fiskal yang berat.

3. Penurunan Kinerja Perpajakan dan Pendapatan Negara

Kinerja perpajakan mengalami penurunan tajam (27,8% YoY hingga Maret 2025), dipicu oleh masalah implementasi sistem Coretax, turunnya aktivitas usaha, dan melemahnya sektor komoditas. 

Hal ini berdampak pada kemampuan negara membiayai program prioritas.

4. Tingginya Pengangguran dan Maraknya PHK

Angka pengangguran tetap tinggi (sekitar 5,2%) dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor, terutama industri tekstil dan pakaian jadi. 

Fenomena ini diperparah oleh dampak perang dagang global dan penetrasi kecerdasan buatan (AI) yang mengancam lapangan kerja konvensional.

5. Tingginya Kemiskinan dan Ketimpangan

Tingkat kemiskinan masih berada di kisaran 9,03% (sekitar 25 juta orang), dengan lebih dari 96 juta penduduk menjadi penerima bantuan iuran BPJS. 

Pemerataan ekonomi dan penguatan daya beli menjadi tantangan mendesak, mengingat konsumsi rumah tangga menopang lebih dari 60% PDB.

6. Dampak Eksternal dan Ketegangan Global

Tekanan eksternal, seperti perang dagang dan kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat, turut memperburuk situasi ekonomi nasional dengan menurunkan permintaan ekspor dan menaikkan biaya bahan baku.

Situasi ini menuntut respons kebijakan yang inovatif dan terkoordinasi, baik dalam penguatan fundamental ekonomi domestik maupun adaptasi terhadap dinamika global yang terus berubah.

Aspek Penurunan Kepercayaan Publik dan Akar Masalah

Dinamika tantangan ekonomi dan politik yang demikian kompleks memberikan kontribusi terhadap persepsi masyarakat tentang kinerja pemerintah.

Secara obyektif, berdasarkan data sebelumnya, dapat dianalis akar masalah yang dihadapi dalam 6 bulan pemerintahan Prabowo-Gibran, sebagai berikut:

1. Komunikasi Publik yang Fragmentatif

Salah satu faktor utama penurunan kepercayaan publik adalah lemahnya komunikasi publik dari pemerintahan. 

IDSIGHT, mencatat bahwa aspek komunikasi publik dan kontroversi para menteri menjadi catatan yang perlu diperbaiki.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, bahkan mendapatkan penilaian publik paling negatif, yakni mencapai 75,3%.

Terlalu banyak pesan politik yang ambigu dan inkonsistensi antar pejabat publik membuat publik mulai meragukan kredibilitas pemerintah.

Meski pemerintah aktif di media sosial (Instagram, TikTok, X/Twitter), analisis IDSIGHT menunjukkan penurunan interaksi dua arah.

Masyarakat cenderung merasa kebijakan diumumkan secara sepihak tanpa ruang dialog, mengakibatkan kesenjangan antara ekspektasi dan realitas. 

Teori kepercayaan politik Blind (dalam Chaerunisa, 2022) menekankan bahwa partisipasi publik adalah kunci legitimasi. Tanpa itu, kepercayaan mudah terkikis.

Dalam konteks teori komunikasi politik, efektivitas komunikasi pemerintah sangat penting dalam membentuk opini publik dan legitimasi politik. 

Kurangnya kejelasan dan konsistensi dalam penyampaian kebijakan dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan persepsi negatif di masyarakat.

Menurut teori expectation gap (Van de Walle & Bouckaert, 2003), ketika janji tidak diimbangi hasil nyata, kepercayaan publik mudah terkikis.

2. Kebijakan Ekonomi: Antara Harapan dan Realita

Meskipun tingkat kepuasan publik masih tinggi, masalah ekonomi menjadi tantangan terbesar pemerintah saat ini.

Penurunan daya beli masyarakat dan ketidakpastian ekonomi global memerlukan respons kebijakan yang cepat dan tepat.

Ketidakmampuan pemerintah dalam menangani isu-isu ekonomi dapat menggerus kepercayaan publik secara signifikan.

Meski survei Litbang Kompas (Januari 2025) mencatat 80,9% kepuasan publik, laporan April 2025 menunjukkan penurunan di sektor ekonomi. 

Masyarakat mengkritik lambatnya realisasi program subsidi pangan dan energi, yang dianggap tidak sesuai janji kampanye. 

Aspek lainnya adalah program Makan Bergizi Gratis yang mengalami persoalan bertubi-tubi, mulai soal keracunan, transparansi, dan keterlambatan anggaran.

Teori kinerja pemerintah Zhao & Hu (2015) menyatakan bahwa kepuasan layanan publik adalah determinan utama kepercayaan.

Teori economic voting (Lewis-Beck & Stegmaier, 2000) menjelaskan bahwa publik cenderung menilai pemerintah berdasarkan kondisi ekonomi sehari-hari. Jika tidak ada percepatan, penurunan kepercayaan bisa semakin dalam

3. Ketidakkonsistenan Kebijakan

Pemerintahan Prabowo-Gibran juga menghadapi kritik terkait kebijakan yang berubah-ubah atau "yoyo policy", yang mencerminkan kurangnya stabilitas dan arahan yang jelas dari pimpinan.

Persoalan tabung gas elpiji 3 kg beberapa waktu yang lalu menjadi contoh yang paling nyata dari persoalan tersebut.

Riset doktoral Putra (2018) mengungkap bahwa ketidaktransparanan dalam alokasi anggaran dan proses pengambilan keputusan mengurangi kepercayaan. Kasus reshuffle kabinet tanpa penjelasan memadai juga memicu spekulasi negatif.

4. Dinamika Politik: Koalisi vs. Oposisi

Prabowo-Gibran mengandalkan dukungan koalisi besar, tetapi hal ini justru memunculkan ketegangan internal, seperti tarik-menarik kebijakan antara partai pendukung. 

Aksi-aksi politis mahasiswa dan masyarakat sipil yang sempat viral dengan tagar #KaburAjaDulu, #CabutUUTNI hingga #IndonesiaGelap tidak boleh dianggap remeh.

Teori coalition governance (Strm et al., 2008) menunjukkan bahwa koalisi yang terlalu luas seringkali lamban dalam mengambil keputusan strategis. Publik mungkin melihat hal ini sebagai ketidakefektifan pemerintah.

Aspek Capaian Positif Pemerintahan Prabowo-Gibran

1. Stabilitas Politik Relatif Terjaga

Pemerintahan Prabowo-Gibran berhasil menghindari konflik politik besar, terutama di tengah tekanan oposisi dan tantangan internal partai-partai koalisi.

2. Penguatan Diplomasi dan Branding Internasional

Dalam 6 bulan pertama, kebijakan luar negeri yang aktif, termasuk upaya diplomatik di kawasan ASEAN, kemitraan strategis baru, bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS menunjukkan kinerja positif di mata dunia internasional.

Apa yang Harus Diperbaiki?

1. Reformasi Komunikasi Politik

Pemerintah perlu membangun narasi besar yang koheren, mengintegrasikan pesan-pesan dari berbagai kementerian/lembaga dalam satu kerangka komunikasi strategis berbasis Public Relations Theory (Grunig, 1992). Program "Presiden Prabowo Menjawab" mungkin dapat dilanjutkan.

2. Akselerasi Outcome Ekonomi

Program-program ekonomi perlu difokuskan pada penciptaan dampak nyata jangka pendek di tingkat akar rumput, misalnya dengan mempercepat realisasi proyek padat karya dan pemberdayaan UMKM.

3. Memperkuat Partisipasi Publik

Studi Kim & Kim (2010) membuktikan bahwa pemerintahan partisipatif (misalnya melalui platform digital berbasis AI untuk masukan kebijakan) meningkatkan kepercayaan. Pemerintah perlu mengubah pola komunikasi dari one-way ke dialogis.

4. Optimalisasi Kinerja Berbasis Data

Teori kinerja Cheema (2010) menyarankan penggunaan indikator terukur untuk setiap program. Misalnya, target pengurangan inflasi atau penyerapan anggaran harus dipublikasikan secara real-time.

5. Transparansi Progresif

Penelitian Yuliana (2013)5 menunjukkan bahwa konsistensi dalam transparansi (misalnya peluncuran dashboard anggaran publik) membangun kepercayaan. Pemerintah bisa mengadopsi model Korea Selatan dalam membuka data kebijakan secara daring.

6. Peningkatan Etika dan Transparansi Tata Kelola

Menerapkan prinsip good governance secara nyata melalui reformasi proses seleksi pejabat publik berbasis meritokrasi, serta membuka ruang partisipasi publik dalam evaluasi kinerja pejabat negara.

7. Menetapkan Visi dan Arah Kebijakan yang Konsisten

Pemerintah perlu menetapkan visi dan arah kebijakan yang konsisten untuk menghindari kebingungan di masyarakat. Konsistensi dalam kebijakan akan meningkatkan kredibilitas pemerintah dan memperkuat legitimasi politiknya.

Penutup

Penurunan kepercayaan publik bukanlah akhir, tetapi wake-up call bagi pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Dengan memperkuat partisipasi, transparansi, dan kinerja terukur, pemerintah dapat mengembalikan momentum positif. 

Seperti kata teori Blind: "Trust is a cycle; once broken, it takes twice the effort to rebuild."

Referensi:

  1. Antaranews. (2025). Survei: Publik nilai positif kinerja pemerintahan Presiden Prabowo. [https://www.antaranews.com/berita/4797673/survei-publik-nilai-positif-kinerja-pemerintahan-presiden-prabowo]
  2. Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectations.
  3. Bergman, T., Back, H., & Hellstrm, J. (Eds.). (2021). Coalition Governance in Western Europe. Oxford University Press.
  4. Grimmelikhuijsen, S. G., Weske, U., Bouwman, R., & Tummers, L. (2017). Public sector transparency. Experiments in public management research. Challenges and contributions, 291-312.
  5. Grunig, J. E. (2013). Excellence in public relations and communication management. Routledge.
  6. Humas Indonesia. (2025). Tentang "Yoyo Policy" Pemerintahan Prabowo-Gibran. https://humasindonesia.id/opini/tentang-yoyo-policy-pemerintahan-prabowo-gibran-2683
  7. IDSIGHT. (2025). Riset IDSIGHT: 74,6 Persen Publik Nilai Positif Kinerja 6 Bulan Prabowo. RM.id. https://rm.id/baca-berita/nasional/263447/riset-idsight-746-persen-publik-nilai-positif-kinerja-6-bulan-prabowo
  8. Kontan.co.id. (2025). https://nasional.kontan.co.id/news/enam-bulan-pemerintahan-prabowo-gibran-gpei-dan-ekonom-soroti-kinerja-ekonomi
  9. Lewis-Beck, M. S., & Stegmaier, M. (2000). Economic determinants of electoral outcomes. Annual review of political science, 3(1), 183-219.
  10. Levi, M., & Stoker, L. (2000). Political trust and trustworthiness. Annual review of political science, 3(1), 475-507.
  11. Litbang Kompas. (2025). Survei Kepuasan Publik 100 Hari Pemerintahan. Jakarta.
  12. Metrotvnews.com. (2025). Gelombang Kritik Publik Warnai 6 Bulan Pemerintahan Prabowo-Gibran. https://www.metrotvnews.com/read/b3JCpr32-gelombang-kritik-publik-warnai-6-bulan-pemerintahan-prabowo-gibran
  13. Mishler, W., & Rose, R. (2001). What are the origins of political trust? Testing institutional and cultural theories in post-communist societies. Comparative political studies, 34(1), 30-62.
  14. Newstrom, J. W., & Davis, K. (2002). Organizational Behavior: Human Behavior at Work. McGraw-Hill
  15. Oliver, R. L. (1980). A cognitive model of the antecedents and consequences of satisfaction decisions. Journal of marketing research, 17(4), 460-469.
  16. Putra, M. A. R. (2018). Peningkatan Kepercayaan Publik Melalui Pemerintahan Partisipatif (Studi Pada Pelaksanaan Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 30 Tahun 2013 Tentang Manajemen Inovasi Pembangunan Berbasis Partisipasi Publik) (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
  17. Rosyidin, I. (2023). Kepercayaan Publik dan Kebijakan Covid-19. UIN Jakarta.
  18. SeputarBirokrasi. (2025). Dampak Ketidakpercayaan Masyarakat Terhadap Pemerintah.
  19. Zhao, L., & Hu, W. (2015). Determinants of Public Trust in Government: Evidence from China. Journal of Public Policy.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun