"David," katanya, suaranya nyaris berbisik. "Apa yang kamu lakukan di sini?"
David melangkah mendekat, matanya dipenuhi kekhawatiran. "Aku melihatmu dari jendelaku," katanya. "Aku mendengarmu berteriak. Apa kamu baik-baik saja?"
Lena menggelengkan kepalanya, air mata mengalir di wajahnya. "Tidak, David. Aku tidak baik-baik saja. Aku sangat merindukannya, dan aku tidak tahu bagaimana harus melanjutkan hidup."
David mengulurkan tangan dan menggenggam tangannya. "Aku tahu ini sulit, Lena. Tapi kamu tidak sendirian. Aku di sini untukmu, jika kamu butuh sesuatu."
Lena menatap David, merasakan campuran rasa syukur dan bersalah. Dia adalah orang yang baik, dan dia peduli padanya. Tapi dia tidak yakin apakah dia siap untuk membuka hatinya untuk seseorang yang baru.
"Terima kasih, David," katanya, melepaskan tangannya. "Tapi aku butuh waktu sendiri. Aku perlu menyelesaikan semuanya sendiri."
David mengangguk penuh pengertian. "Tentu, Lena. Ketahuilah saja bahwa aku di sini jika kamu berubah pikiran."
Saat David berjalan pergi, Lena merasakan lonjakan kebingungan. Dia ingin melanjutkan hidup, untuk menemukan cinta lagi. Tapi dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa dia mengkhianati kenangan Emily bahkan dengan mempertimbangkannya. Konflik di dalam dirinya berkecamuk, mengancam untuk menelan dirinya sepenuhnya. Taman itu, yang dulunya tempat perlindungan, kini terasa seperti penjara yang dia ciptakan sendiri.
Titik balik datang selama badai yang sangat dahsyat. Lena melihat dari jendelanya saat angin dan hujan menghantam tamannya, merobek kelopak dari bunga-bunga dan mencabut tanaman-tanaman yang rapuh. Dia merasakan rasa persaudaraan yang aneh dengan taman itu, seolah-olah mereka berdua sedang diuji oleh kekuatan yang tak kenal ampun.
Tiba-tiba, dia melihatnya—teralis yang menopang semak lilac kesayangannya telah roboh di bawah beban badai, dan semak itu tercabut dari tanah. Tanpa berpikir, Lena berlari keluar, melawan angin dan hujan untuk mencapai lilac.
"Tidak, kamu tidak akan berhasil!" teriaknya pada badai, meraih teralis dan mencoba menopangnya kembali. Tapi angin terlalu kuat, dan hujan membuat tanah terlalu licin. Dia terpeleset dan jatuh, teralis mendarat di atasnya.