Mohon tunggu...
Ilmiawan
Ilmiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lagi belajar nulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Di Bawah Cahaya Bulan Seseorang Berduka

23 Juli 2021   18:49 Diperbarui: 5 Februari 2024   23:50 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi cerpen. (sumber: pixabay.com/ambroo)

Tak ada lagi adegan untuknya dalam cerita ini, melainkan pertanggung jawabannya di akhirat nanti yang mana hanya Tuhan lah yang tahu lanjutan kisahnya. 

Dengan menatap lelaki yang sudah tak bernyawa dengan kepala yang berlubang dan perut yang masih mengeluarkan darah kental di hadapannya, tak membuat si opsir tua merasa lengah. 

Tampaknya ia masih trauma, terus saja ia menodongkan revolvernya ke arah lelaki itu. Ia benar-benar waspada kali ini, sebab ia tak sanggup menyambut bijinya ditendang lagi. Jika benar itu terjadi, ia pasti juga ikut mati. Mati rasa.

Setelah meyakinkan dirinya, bahwa memang lelaki itu sudah tak berdaya. Opsir tua akhirnya memberanikan diri untuk melepas kewaspadaan dalam dirinya. Ia lega dan berpuas hati. 

Mulailah ia membanggakan diri berlagak bagai superhero pemberantas kejahatan kota. Ia membayangi dirinya berbicara di muka umum, di hadapan para pers yang menghujaninya dengan berpuluh-puluh pertanyaan kepadanya kala diwawancara.

Mungkin ia akan mendapatkan  kenaikan gaji atau bahkan kenaikan pangkat atas aksi heroiknya di malam itu. Ia sudah tidak sabar, bisa jadi fotonya akan terpampang gagah di halaman depan koran lokal. 

Di kepalanya terus saja terputar jawaban yang akan ia berikan kepada awak media yang bertanya nanti. Seakan-akan ia memang sudah pasti akan ditanyakan oleh wartawan, bukan atasannya. Dan berharap-harap, istrinya menonton berita nanti subuh, supaya malam esoknya istrinya kembali mengajaknya bercinta untuk waktu yang lama.

Polisi sudah ramai. Di tengah-tengah kesibukan polisi menggarisi tempat kejadian perkara dan menjaga agar orang-orang sekitar yang perlahan keluar dari toko-toko dan apartemennya tidak mengganggu kinerja mereka.

Tiba-tiba seorang ibu rumah tangga mengucap takbir banyak-banyak dengan suara yang tak kecil ketika melihat wajah yang tak bertuan itu menyeringai dalam matinya. Membuat wartawan yang berbondong-bondong ingin meliput, berlomba-lomba untuk mendramatisir kejadian itu.

Cahaya bulan yang sungguh indah bersinar di malam itu kuharap menghantarkannya dengan bersahabat ke kehidupan yang baru. Kehidupan yang kata orang adalah keabadian. 

Tak akan ada selesai-selesainya, dan kehidupan yang indah tak tertandingkan. Tetapi orang-orang itu juga bilang, manusia seperti lelaki itu akan dilempar ke jurang api yang bernama neraka. Karena ia jahat, merampok, merugikan kehidupan manusia lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun