Nevan membalasnya dengan anggukan, diakhiri senyum tipis yang bisa membuat para penggemarnya di luar UKS meleleh.
“Nama lo siapa?” tanya Nevan untuk membuka topik pembicaraan yang baru. “Nessa kak, aslinya Kanessa sih tapi lebih sering dipanggil Nessa.” jawab Nessa sambil menyunggingkan senyum manisnya di akhir pembicaraan.
“Anak TI juga?” ujar Nevan, “Iya, aku masih maba.” balas Nessa. Setelah mengucapkan kalimat tersebut, suasana kembali hening. Dari raut wajah Nevan, tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu.
“Lo yang mau confess ke Ares itu bukan?” tembak Nevan tepat sasaran kepada ulu hati Nessa. Warna wajah Nessa kini seperti kepiting rebus, merah karena menahan rasa malu. Kalau ditanya kejadian apa yang paling memalukan, Nessa pasti akan menjawab ‘Confess ke Kak Ares tapi malah salah sasaran’. Kalau dilihat dari belakang, memang Ares dan Nevan memiliki perawakannya yang mirip. Hal ini yang menyebabkan Nessa keliru mengira Nevan sebagai Ares saat sedang confess. Untungnya, saat confess tidak ada orang selain Nessa dan Ares palsu. Untuk menghindari hal yang sama terulang kembali, Nessa berubah haluan untuk confess secara online saja pada Ares. Namun seakan dewi keberuntungan berpihak padanya, Ares menghubungi Nessa terlebih dahulu sebelum rencana confess online berjalan.
“Dari reaksi lo kayanya bener.” lanjut Nevan sambil terkekeh.
“Please, jangan ketawa Kak. Rasa malunya itu gabakal ilang sampe aku lulus dari sini kayaknya.” balas Nessa dengan wajah memelas, seakan memohon agar kejadian confess tersebut bisa dihapus dari memori orang sedang berdiri didepannya.
Suara tawa Nevan semakin menggelegar setelah mendengar permohonan Nessa, bahkan sampai menarik perhatian beberapa pasien lain di dalam UKS tersebut. Seketika niat untuk menjahili Nessa muncul di pikiran Nevan. “Kalau gue sebar kayaknya seru, gimana Sa?” tanya Nevan dengan nada usil. Ekspresi terkejut bercampur kesal Nessa terlihat lucu baginya.
Nessa yang merasa terpojok, segera memutar otak berharap menemukan bagaimana cara membujuk Nevan supaya rahasianya tersebut tidak terbongkar.
“Kak, gimana kalo kita bikin kontrak? Isi kontraknya aku bakal kabulin satu permintaan kakak, bebas apa aja. Tapi sebagai gantinya, jangan sebar kejadian itu.” ucap Nessa dengan serius. Lawan bicaranya mengangkat salah satu alisnya sambil tersenyum tipis, merasa sangat tertarik pada penawaran yang baru ia dengar.
“Kalau gitu, lo harus ngikutin perintah gue seharian.” balas Nevan tak kalah serius, diakhiri dengan senyuman penuh kemenangan karena berhasil menemukan cara baru untuk membuat mahasiswi di hadapannya ini kesal.
“Dengan kata lain, aku yang kakinya lagi luka karena kakak harus jadi babu kakak seharian?” balas Nessa dengan nada datar tetapi menuntut keadilan.