“Iya juga, babu gue gabisa kerja maksimal ya kalo lagi luka?” lanjut Nevan dengan nada yang sangat mengesalkan bagi Nessa. “Kalo gitu gue ganti, jadi sekretaris pribadi Nevan selama sehari. Gimana saudari Kanessa?” tawar Nevan.
---
“Lo ngobrolin apa aja sih sama si wakahim, kok lama banget?” tanya Rena heran.
Kini, matahari sudah terbenam yang menandakan waktu yang sudah petang. Nessa sudah kembali ke rumahnya,kegiatan yang dilakukannya sekarang adalah menelepon Rena sambil menunggu panggilan videocall dari Ares.
“Dia ngajak gue ngobrol aja sih Ren, gatau kenapa jadi panjang. Kak Nevan itu yang gue dulu salah tembak, akhirnya gue disuruh jadi sekretaris dia sehari doang supaya dia ga bocorin kejadian itu.” balas Nessa sambil melirik jam dinding yang hampir menunjukkan jam 6 sore.
“Sebentar, dia ngobrol panjang?” balas Rena.
“Iya, tampang kayak kulkas ternyata cerewet juga. Emangnya kenapa?” tanya Nessa.
“Rumornya gapernah deket sama cewek, agak impossible soalnya muka dia sangat mendukung kan? Terus kating gue ngebocorin kalo ada rumor lain yang nyebutin Wakahim TI itu penyuka sesama jenis, karena tiap ada mahasiswi yang mendekat dia langsung menjauh.” ucap Rena Panjang lebar.
Dahi Nessa mengerut heran, rasanya tadi Kak Nevan yang mendekat duluan. ‘Apakah diriku yang rupawan ini dikira lelaki?’, pikir Nessa dalam hatinya. Tepat sebelum Nessa membalas perkataan Rena, ada pop up dm dari sang pujaan hati pada layar hp Nessa.
“Wait, kita lanjut nanti aja ya gue mau berbisnis hati.” lanjut Nessa sambil mematikan sambungannya dengan Rena.
Degup detak jantung Nessa semakin brutal, rasanya sebentar lagi jantungnya bisa keluar dari dalam tubuh. Pada akhirnya, tombol berwarna hijau dengan logo gagang telepon putih pun Nessa tekan. “Hai Nes, gimana harinya?”, yang merupakan kalimat sapaan pertama dari Ares pada hari ini untuk Nessa.