Pak Amir hanya mengangguk rendah hati. "Kami hanya menanam yang sudah Tuhan tumbuhkan."
11. Penghargaan dan Pulang ke Rumah
Pada suatu pagi, Nanda mendapat surat undangan dari Kementerian Pertanian.
Ia diundang untuk menerima penghargaan sebagai Inovator Muda Herbal Nasional.
Seluruh desa bergembira. Mereka mengantar Nanda ke kota dengan doa dan harapan.
Saat menerima penghargaan itu, ia berkata dalam pidatonya,
"Saya tidak menemukan daun katuk. Saya hanya belajar kembali mencintai apa yang sudah tumbuh di tanah sendiri."
Sorak tepuk tangan memenuhi aula. Nanda tersenyum, tapi pikirannya hanya tertuju pada rumah panggung kecil di desanya, tempat semuanya bermula.
12. Kembali ke Desa
Ketika kembali ke Lembang Jaya, ia disambut dengan pelukan hangat ibunya.
"Bu, kita berhasil," katanya sambil menunjukkan piagam penghargaan.
Bu Rini menatapnya dengan mata berkaca. "Bukan kamu yang berhasil, Nak, tapi daun-daun yang kau rawat dengan cinta."
Mereka duduk di beranda, memandang kebun katuk yang kini menghijau hingga ke tepi sawah. Burung-burung kecil beterbangan, dan anak-anak berlarian membawa hasil panen ke tempat pengeringan.
"Bu, aku ingin lanjutkan penelitian ini. Katuk bukan hanya untuk ibu menyusui. Aku yakin ada manfaat lain yang belum kita temukan," kata Nanda bersemangat.
Ibunya tersenyum. "Asal kamu tetap rendah hati, ilmu itu akan terus tumbuh seperti daun-daun itu."