"Aku cuma ingin membantu desa, tapi kenapa banyak yang meremehkan?" keluhnya pada ibunya.
Bu Rini tersenyum lembut. "Ingat, Nak. Orang yang pertama menanam benih, selalu diuji dulu sebelum panen. Lanjutkan saja. Tuhan tahu niatmu."
Kata-kata itu membuat Nanda bangkit kembali.
9. Kebun Pengetahuan
Tiga bulan kemudian, proyek Kebun Katuk Edukasi resmi dibuka. Anak-anak sekolah dasar datang berkunjung setiap pekan untuk belajar tentang manfaat tanaman herbal. Nanda menjelaskan dengan bahasa sederhana.
"Daun katuk ini punya zat besi, vitamin C, dan protein tinggi. Bagus untuk kesehatan tubuh kita, terutama ibu menyusui," katanya sambil menunjukkan gambar mikroskop daun katuk.
Anak-anak mendengarkan dengan takjub.
"Berarti kalau makan sayur katuk, kita jadi kuat ya, Kak?"
Nanda tertawa. "Iya, tapi jangan berlebihan. Semua harus seimbang."
Sejak itu, tanaman katuk menjadi kebanggaan desa. Mereka membuat festival tahunan bertajuk "Hijau Katuk Lembang Jaya" dengan lomba masak, pameran herbal, dan seminar kesehatan.
10. Manfaat yang Meluas
Hasil olahan daun katuk kini beragam: teh herbal, kapsul serbuk, sabun alami, dan krim perawatan kulit. Semua diproduksi dengan standar kebersihan dan label izin usaha desa.
Puskesmas bahkan mulai memasukkan "Teh Katuk Lembang Jaya" dalam daftar herbal pendamping untuk ibu menyusui. Data medis menunjukkan bahwa angka anemia dan kurang ASI menurun signifikan dalam enam bulan.
"Kami berhasil karena gotong royong," kata Pak Darwis dalam rapat desa.
"Dan semua bermula dari halaman rumah Pak Amir," tambahnya tersenyum.