Mohon tunggu...
muhalbirsaggr
muhalbirsaggr Mohon Tunggu... Guru sekaligus Operator/telah menulis Buku Antologi Jejak Pena dan Lukisan Rasa

Saat ini giat Menulis/orangnya pendiam-pekerja keras/konten favorit aku adalah Karya Fiksi/Non Fiksi, Inovasi pendidikan, Puisi serta perjalanan wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hijau yang Menyusui Harapan

11 Oktober 2025   06:48 Diperbarui: 11 Oktober 2025   06:48 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hijau yang Menyusui Harapan
Karya: Muhalbir

1. Pagi yang Menumbuhkan Harapan
Kabut masih menggantung di antara rumpun bambu di ujung desa Lembang Jaya. Dari kejauhan, kokok ayam jantan memecah sunyi, disambut desir angin yang membawa aroma tanah basah. Di halaman rumah panggung sederhana milik Pak Amir, tampak seorang wanita paruh baya sedang menyiangi sayur di belakang dapur.

"Bu, sayur apa itu?" tanya Nanda sambil membawa ember air.

"Sama seperti kemarin, Nak. Sayur bening daun katuk. Lumayan segar untuk sarapan," jawab ibunya, Bu Rini, sambil tersenyum.

Nanda menatap daun-daun hijau kecil di tangan ibunya. Sudah bertahun-tahun ia melihat tanaman itu tumbuh liar di belakang rumah, tanpa pernah berpikir bahwa di balik kesederhanaannya mungkin tersimpan rahasia besar.

"Katuk ya, Bu? Di kota juga sering disebut daun ibu menyusui," gumamnya pelan.

Ibunya tertawa kecil. "Ah, itu cuma kata orang. Di sini, siapa saja boleh makan, asal suka. Rasanya agak pahit tapi segar."

Nanda mengangguk, tapi pikirannya mulai berkelana. Sejak kembali dari kampusnya di Makassar untuk libur panjang, ia ingin melakukan penelitian kecil tentang tanaman lokal. Ia merasa banyak tumbuhan di desanya yang belum benar-benar dikenal manfaat ilmiahnya.

Dan daun katuk tiba-tiba menarik perhatiannya.

2. Kebun Kecil di Belakang Rumah
Sore harinya, Nanda berjalan ke belakang rumah. Di sana tumbuh deretan tanaman liar: pegagan, sambiloto, bayam merah, dan beberapa rumpun katuk setinggi lutut. Daunnya rimbun, hijau pekat, dengan aroma khas bila diremas.

Ia memetik beberapa helai lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik kecil.
"Kupikir tanaman ini layak diuji," katanya sambil mencatat dalam buku kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun