Mohon tunggu...
muhalbirsaggr
muhalbirsaggr Mohon Tunggu... Guru sekaligus Operator/telah menulis Buku Antologi Jejak Pena dan Lukisan Rasa

Saat ini giat Menulis/orangnya pendiam-pekerja keras/konten favorit aku adalah Karya Fiksi/Non Fiksi, Inovasi pendidikan, Puisi serta perjalanan wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hijau yang Menyusui Harapan

11 Oktober 2025   06:48 Diperbarui: 11 Oktober 2025   06:48 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nanda menatap wajah adiknya. Ia teringat pada semua data yang ia kumpulkan.

"Mau coba rebusan daun katuk buatan Mas?"
"Katuk? Sayur itu?"
"Iya. Tapi ini sudah diolah khusus. Aman. Aku mau lihat efeknya."

Nuri mengangguk. Ia minum ramuan itu setiap pagi dan sore selama tiga hari.
Hasilnya mengejutkan: produksi ASI meningkat, tubuhnya lebih bugar, dan bayi kecilnya tampak lebih tenang saat menyusu.

Bidan desa yang mendengar kabar itu datang menemuinya.
"Nanda, apa kamu bisa bantu buatkan untuk ibu-ibu lain juga?"

Dan sejak itu, setiap pagi, rumah Pak Amir dipenuhi ibu-ibu yang ingin mencoba rebusan daun katuk.

6. Desa yang Mulai Hijau
Melihat antusiasme warga, Kepala Desa, Pak Darwis, datang berkunjung.

"Nanda, saya dengar kamu menemukan cara baru mengolah katuk?"
"Iya, Pak. Tapi masih tahap awal. Saya sedang uji kadar gizinya."
"Bagus! Kalau begitu kita bisa buat kebun katuk bersama. Desa ini tanahnya cocok."

Dalam waktu sebulan, pekarangan warga berubah jadi hijau. Setiap rumah menanam dua atau tiga rumpun katuk. Nanda melatih pemuda desa untuk mengeringkan dan mengekstrak daunnya menjadi bubuk alami.

Bu Rini membantu membuat kemasan sederhana.
Mereka menamainya "KATUK SEHAT LEMBANG JAYA".

Produk itu mulai dijual di pasar tradisional, lalu masuk ke koperasi sekolah dan puskesmas. Permintaan meningkat dari hari ke hari.

"Mas Nanda, banyak ibu pesan lagi!" teriak Nuri dari dapur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun