"Sakit!"
"Rasakan!" Tawa Berta berderai. "Hanya itu tandanya, Poltak?" Â Berta penasaran.
"Ada lagi. Â Kulit buahnya cerah mengkilat seperti kulitmu."
"Hah!" Kini cubitan Berta yang mematuk pinggang Poltak.
"Amangoi, sakit kali itu, Berta."
"Biar! Kamu nakal!"
"Masih ada satu lagi tandanya."
"Apa?"
"Tak usahlah. Hajab pula nanti aku kau bikin."
"Tidaklah. Janji." Â Berta menatap mata Poltak sambil menahan senyum.Â
"Mahkotanya bagus seperti rambutmu."Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!