"Ayo, Poltak. Â Belah kayu lagi." Â Berta menyemangati.
"Cukuplah dulu. Â Sudah capek kali kurasa." Â
Peluh membasahi sekujur tubuh Poltak. Â "Tunggu sebentar, ya. Â Aku tukar baju dulu." Â
Poltak berlari masuk ke dalam rumah. Lalu, tak lama kemudian, kembali ke halaman dengan baju kering di tubuh. Di tangan kanannya, dia menggenggam sebilah golok pendek.
"Poltak! Itu golok untuk apa?"Â
"Macam-macamlah, Berta. Â Menebang pohon pisang, memotong perdu, sembelih ayam, memanen nenas ...."
"Nenas? Di mana?"
"Di kebun belakang."
"Ada yang matang?"
"Banyak."
"Aku maulah, Poltak." Â Berta setengah merayu, separuh merengek.