Anak-anak muda terheran-heran. "Pak Nullok belajar di mana?"
Dengan senyum sederhana ia menjawab, "Saya belajar di kampung. Otodidak. Modalnya cuma buku manual bahasa Inggris, rasa ingin tahu, dan kesabaran."
Kini, usia Nullok sudah lebih dari enam puluh tahun. Rambutnya memutih, matanya tak setajam dulu. Tapi setiap kali ia menyalakan laptop dengan Windows 10, ia teringat masa lalu.
Saat pertama kali mengetik DIR. Saat panik karena memformat hard disk. Saat ternganga melihat Windows 95. Saat begadang melawan virus. Semua itu adalah bagian dari dirinya.
Bagi Nullok, komputer bukan sekadar mesin. Ia adalah guru, sahabat, sekaligus saksi perjalanan hidup.
Dan ia selalu berkata kepada generasi muda:
"Jangan takut teknologi. Dulu saya belajar dari komputer lemot dengan disket rapuh. Dengan modem dial-up, kecepatan hanya 14 kbps. Kalian sekarang punya internet, punya YouTube, punya banyak kemudahan. Jadi jangan malas. Belajarlah. Karena waktu tak menunggu."
Kini sudah ada raksasa Google, Youtube dan segala macamnya. AI, Internet cepat. Komputer Kuantum. Dua puluh tahun yang akan datang, entah bagaimana dunia teknologi.
Bagaimana posisi manusia?
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI