Pagi itu juga, Ki Jarwo datang ke rumah dengan membawa kemenyan dan sesajen, dan melakukan segala rupa ritual yang ia butuhkan untuk mengusir makhluk halus yang bersarang di tubuh Nina.
"Anakmu ini ada yang ngikutin, ketempelan kalau aku bilang. Pesenku cuma satu, malam ini siapin saja sesajen berupa nasi, lauk pauk, kembang tujuh rupa, sama kopi hitam di kamar anakmu sama di kebon belakang rumah. Abis itu tak jamin anakmu gak bakal diganggu lagi," kata Ki Jarwo.
"Oh iya, satu lagi, kalau sesajen di kamar anakmu itu sudah dimakan sama si penunggu, cepat-cepat kau mandikan si Nina ini sama kembang tujuh rupa."
Malam itu Nina terbangun dengan mata sembab, badan lemas, dan perut keroncongan. Energinya terasa terkuras akibat menangis sepanjang hari. Melihat ada nasi beserta lauk pauk di meja kamarnya, tanpa pikir panjang dia langsung memakannya. Sesudah melahap makanan sampai bersih tak tersisa, Nina meneguk kopi hitam. Kenyang sudah perutnya, dia pun kembali tidur.
Paginya, Kasmidi dan Meylina mengecek ke kamar Nina. Betapa terkejutnya mereka melihat sesajen itu sudah ludes dan hanya menyisakan kembang tujuh rupa saja.
"Tuh, bener kan Ma, anak kita ini ketempelan. Sesajennya sudah ludes dimakan sama jin," kata Kasmidi mencoba meyakinkan istrinya, yang tidak percaya kalau anaknya ketempelan makhluk halus.
"Sekarang siapin air kembang tujuh rupa buat mandi Nina."
Meylani merasa bingung dan tidak yakin, namun dia mengikuti perintah Kasmidi. Â Â Â Â Â Â Â
Setelah dimandikan dengan air kembang tujuh rupa, Nina dibiarkan istirahat di kamarnya sampai dia kembali normal. Beberapa saat kemudian, Neno diam-diam masuk ke kamar adiknya. Gadis yang enam tahun lebih tua dari adiknya itu duduk di tepi ranjang sambil menatap Nina dengan saksama.
"Nin, kamu tuh kenapa sih sebenernya?"
Nina bangun dan duduk menatap kakaknya. Tak lama kemudian, dia menangis sambil berkata, "Aku enggak mau sekolah, takut."