"Heh, mana ada anak normal tiba-tiba kabur-kaburan dan sembunyi di kebon?"
Kasmidi hanya mendengarkan perkataan si Lastri.
***
Keesokan harinya, Kasmidi, Meylani, dan Neno sengaja bangun pagi sekali untuk berjaga-jaga dan memastikan kalau-kalau Nina kabur lagi. Ternyata benar, tepat pukul 5 pagi, Nina keluar dari kamarnya. Namun kali ini dia tidak pergi lewat pintu belakang melainkan pintu depan.Â
Dia sudah tidak bisa lagi sembunyi di kebun salak maupun kebun pisang. Opsi terakhir adalah pergi ke rumah Uak Sumin yang tinggal di Desa Karangasem, yang jaraknya lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki.Â
Namun dia tidak peduli, yang ada di otak Nina saat itu adalah dia harus pergi dari rumah, dan sembunyi di rumah Uak Sumin, yang dirasa paling baik di antara uak-uak yang ia punya.
Baru saja Nina keluar dari kamar, ibunya sudah mencegahnya.
"Nina! Mau ke mana kamu, nak?" Meylani yang perasa tak bisa menahan tangis, dengan cepat dia merangkul Nina. "Kamu kenapa? Mau ke mana? Cerita sama Ibu kamu kenapa? Apa yang dirasa?"
Nina ikut menangis.
"Aku enggak mau sekolah, enggak mau sekolah," ulangnya sambil terisak.
Kali ini Kasmidi yakin memang ada yang tidak beres dengan anak bungsunya itu.