Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | O Re Piya Re (Cintaku)

3 Februari 2020   10:11 Diperbarui: 3 Februari 2020   10:09 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Bakhtaja melihat gadis itu tak bergerak dalam genangan darah, tenggorokannya telah tersayat oleh pisau bedah dengan presisi yang sangat luar biasa.

 Bakhtaja menarik napas dalam-dalam. Matanya berkaca-kaca. Beberapa detik kemudian jatuhlah butiran airmatanya. Ia menangis dalam guyuran hujan yang cukup deras malam itu. Gadis itu telah mati di tangannya.

 Melihat Bakhtaja telah menyelesaikan tugasnya, Deepak mengambil tongkat kayu yang tergeletak di lantai. Ia memukul kepala Kushal berkali-kali hingga akhirnya sopir itu menghembuskan napasnya untuk terakhir kali.

 ***

 Keesokan paginya, Deepak melaporkan kejadian malam itu kepada polisi. Pihak kepolisian Allahabad bertindak cepat. Mereka terjun ke lokasi kejadian. Memeriksa barang bukti dan mengolah tempat kejadian perkara untuk mendapatkan bukti-bukti atas kejadian pembunuhan malam itu.

 Deepak dan Bakhtaja diam dalam ketenangan. Sorot mata mereka berdua memancarkan rasa tidak bersalah sedikitpun. Mereka juga tidak takut akan pemeriksaan pihak kepolisian yang akan mereka hadapi. Sebab setelah kejadian itu, semua barang bukti telah mereka bereskan.


 Malam setelah menghabisi nyawa putri dan sopirnya, Bhaktaja mencuci pisau bedah dan tongkat menggunakan alkohol. Setelah memakai sarung tangan plastik, Deepak melumuri pisau bedah yang bersih itu dengan darah Deepali. Lalu meletakkan pisau bedah itu ke dalam genggaman tangan Kushal. Kemudian ia membakar sarung tangan plastik miliknya dan membuang abu pembakarannya ke halaman rumah melewati teras lantai dua. Sehingga abu itu lenyap terbawa tiupan angin dan guyuran hujan deras di malam yang sepi itu.

 Tepat seminggu setelah kejadian itu, Deepak dan Bakhtaja dinyatakan tidak bersalah karena tidak ada cukup bukti yang mengarah kepada mereka.

 Kini kesepian menanti Deepak dan Bakhtaja. Kehidupan mereka terasa hampa tanpa kehadiran Deepali. Dalam hati kecil mereka muncul rasa penyesalan yang mendalam. Namun mereka tidak mampu melawan takdir. Mereka hanya bisa memandang senyum Deepali lewat fotonya. Seperti sore itu, mereka berdua sedang berdo'a didepan foto Deepali. Seorang gadis cantik yang menggunakan sari merah bermotif bunga. Sebuah foto yang akan menjadi kenangan untuk mereka berdua selamanya.

             "Putriku..." gumam Bakhtaja dalam hati.

Muskurane ki wajah tum ho

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun