Mohon tunggu...
Murni KemalaDewi
Murni KemalaDewi Mohon Tunggu... Novelis - Lazy Writer

Looking for place to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pemberontakan Cinderela

21 Mei 2019   06:27 Diperbarui: 21 Mei 2019   06:52 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Betul, Yang Mulia Pangeran. Pada saat itu Perang Salib secara tidak lansung telah membuka mata bangsa Eropa terhadap perkembangan negara-negara di  dunia." jawab gurunya.

"Selain reformasi di bidang agama dan pembaharuan terhadap nilai tradisi yang dianut Eropa, masa renaisans pasti juga memiliki pengaruh buruk kan ?! Contohnya saja mengenai masalah moral. Jika masyarakat sudah tidak lagi berpegang pada tradisi dan agama yang mereka anut, maka bukankah ini juga akan membuat perkembangan moral masyarakat yang selama ini terikat dalam nilai-nilai yang sudah ditetapkan akan menjadi bermasalah?" kata Ivan.

Gurunya bertepuk tangan gembira,

"Yang Mulia Putra Mahkota memang hebat dalam menganalisa. Saya baru saja ingin menanyakan pendapat anda mengenai hal ini." sambut gurunya sambil tersenyum. "Apa yang Yang Mulia Pangeran ucapkan benar sekali. Pada masa itu masalah moral terkesan tidak dipedulikan. Pengkhianatan antar teman, serta nafsu ingin berkuasa merajalela. Saat itu banyak timbul kecurigaan-kecurigaan yang berlebihan. Apalagi kecurigaan itu muncul antar sahabat. Sampai-sampai dikisahkan, pada penobatan seseorang yang terkemuka semua tamu yang datang membawa minuman mereka sendiri karena mereka takut diracuni" jelas gurunya.

Tiba-tiba pintu ruang belajar itu diketuk dan dibuka. Pak Harun, Ivan dan gurunya menatap ke arah pintu. Di sana tampak Erick melongokan kepalanya.

"Ups...maaf, Yang Mulia Pangeran! Saya tidak bermaksud menggangu anda." kata Erick kaget, dengan ekspresi meminta maaf.


Erick bersiap hendak kembali menutup pintu.

"Masuk saja, Rick. Tidak apa-apa" panggil Ivan.

"Anda yakin, Yang Mulia?" tanya Erick ragu.

Ivan menganggukan kepalanya sambil tersenyum. Erick kemudian masuk dan menutup pintu. Ia lalu duduk di kursi yang berada di seberang meja Ivan.

"Maafkan saya, Profesor. Tapi bisakah kita beristirahat sebentar?" pinta Ivan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun