Selamat Jalan Kawan, Sampai kita Bertemu Lagi
Bandung, Rumah Hein, Cipaganti, Sabtu  18 Januari 1958
"Widy! Anjeun kuat angkat koper itu!" Syafri cemas melihat istrinya mengangkat berisi buku-buku milk Hein.
Rudolf dan istrinya, Suzzane memandang haru teman-teman Hein dan keluarga mengepak barang.  Sudah dua malam ini mereka tidur di Savoy Homman dan besok berangkat  naik kereta api ke Jakarta, lalu ke Tanjung Priuk naik kapal ke negeri Belanda.
"Keumaha Kang Syafri, aku kan Widy si perkasa!" teriaknya lalu menyeret koper  itu setelah tiba di halaman lalu dimasukan ke truk. Syafri tidak tega mengangkatnya ke truk, di sana ada seorang laki-laki menerimanya.
"Banyak banget buku kamu Hein," timpal Angga yang juga mengangkat satu koper berisi buku-buku juga.
"Itu campur sama punya ayah dan Willy, juga para sepupuku waktu sekolah di sini," kata Hein mengangkut koper berisi pakaian dia dan ayahnya ke bagasi.
"Sementara Yoga dan Willy mengangkut koper berisi patung dan suvenir yang dibeli selama mereka tinggal di Indonesia. Sementara perabotan piring-piring  sudah dijual ke tempat lelang.
Peristiwa penyanderaan Rudolf, membuat keluarga ini mempercepat kepulangannya ke negeri Belanda.
"Aku sudah tinggal di sini sejak lahir," kata Rudolf. "Ayahku malah tidak pernah pulang ke negri Belanda. Kakekku di Bandung sejak 1890. Aku dan Suzzane jadi inteniran, tetapi ayah Angga membantu kami dan menjamin ke Nippon."