Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjaga Harmoni di Transportasi Umum

16 Agustus 2025   11:46 Diperbarui: 16 Agustus 2025   11:46 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
“Kesopanan adalah tiket tanpa harga, tetapi bernilai tinggi.” (Meta AI)

Menjaga Harmoni di Transportasi Umum

“Kesopanan adalah tiket tanpa harga, tetapi bernilai tinggi.”

Oleh Karnita

 Pendahuluan

Langit pagi di ibu kota sering menjadi saksi antrean panjang penumpang di halte dan stasiun. Di tengah hiruk pikuk itu, setiap orang membawa tujuan dan urgensinya masing-masing, berbagi ruang dalam gerbong atau bus yang terbatas. Namun, yang sering terabaikan adalah bagaimana kita memaknai kebersamaan itu melalui etika sederhana.

Ketertarikan saya pada isu ini berawal dari pengamatan pribadi saat menumpang KRL menuju pusat kota. Di satu sisi, ada penumpang yang sigap menawarkan kursi kepada lansia, di sisi lain ada yang tetap menunduk pura-pura tidur. Perbedaan sikap ini menggambarkan betapa etika bukan hanya soal tahu atau tidak, tetapi mau atau enggan mempraktikkannya.

Di era urbanisasi cepat, transportasi umum menjadi nadi mobilitas masyarakat. Ketika etika di dalamnya diabaikan, yang lahir adalah ketegangan kecil namun konsisten, yang pada akhirnya mengikis kenyamanan bersama. Karena itu, membicarakan etika transportasi bukan sekadar nostalgia sopan santun, melainkan investasi untuk kualitas hidup perkotaan.

1. Etika Sebagai Benteng Kenyamanan Bersama

Transportasi umum bukan sekadar moda perjalanan, tetapi ruang sosial mini yang mempertemukan beragam latar belakang. Di dalamnya, etika berfungsi sebagai pagar tak terlihat yang menjaga keteraturan dan kenyamanan. Tanpa itu, setiap perjalanan bisa menjadi sumber stres yang berulang.

Kursi prioritas, misalnya, adalah bentuk keadilan sederhana bagi mereka yang membutuhkan. Namun, saat fungsi ini diabaikan, pesan yang tersirat adalah “kenyamanan saya lebih penting dari kebutuhan orang lain”. Inilah titik di mana etika menjadi tolak ukur kematangan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun