Mohon tunggu...
IRZI
IRZI Mohon Tunggu... Penyair Jess-Beatawi & Teknolog Musik

IRZI ialah nom de pum Ikhsan Risfandi yang lahir di Jakarta 1985. IRZI sempat menjajal peruntungan sebagai gitaris Jazz kemudian banting gitar untuk fokus menempuh kepenulisan puisi Jess & Beatawi, sesekali cerpen. Buku puisi pertamanya Ruang Bicara terbit pada 2019. Trivia Kampung Sawah terbit pada November 2024 ini di Velodrom sebagai bukunya yang kedua

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Museum

19 Februari 2025   17:46 Diperbarui: 19 Februari 2025   17:46 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gading berdiri di depan pintu museum, jemarinya gemetar memegang tiket yang sudah kusut. Ia menatap Eboni, yang berdiri beberapa langkah di depannya, punggung tegak seperti patung marmer. Matahari sore menyengat kulit mereka, tapi Gading merasa dingin—dingin yang menusuk tulang, seolah udara di sekitarnya telah kehilangan semua oksigennya.

“Kamu serius?”

suara Gading terdengar lebih keras daripada yang ia maksudkan, nyaring dan tajam di tengah keramaian orang-orang yang lalu-lalang di halaman museum. Beberapa pasang mata menoleh, tapi Gading tidak peduli.

“Kita sudah sampai sini, Eboni. Kamu mau pergi begitu saja?”

Eboni tidak menjawab. Ia hanya berdiri di sana, diam, dengan ekspresi yang sulit dibaca. Bibirnya sedikit terbuka, seakan-akan ia ingin mengatakan sesuatu, tapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya. Tangan kanannya memegang tas selempangnya erat-erat, sementara tangan kirinya mencengkeram ujung baju kaosnya.

“Aku nggak ngerti kamu,” lanjut Gading, suaranya mulai bergetar.

“Apa masalahmu? Kenapa kamu selalu begini akhir-akhir ini? Apa aku salah?”

Eboni akhirnya berbalik, perlahan, seperti gerakan mesin tua yang berkarat. Matanya bertemu dengan mata Gading, tapi tidak ada cahaya di sana—hanya kekosongan yang membuat Gading merinding.

“Aku nggak tahu apa yang salah, Gading,” katanya pelan, hampir berbisik.

“Tapi aku juga nggak tahu apa yang benar.”

Gading merasa dadanya seperti ditekan oleh beban yang tak terlihat. Ia ingin berteriak, ingin mengguncang tubuh Eboni agar ia bisa mendapatkan jawaban yang jelas. Tapi ia hanya berdiri di sana, membeku, dengan rasa frustrasi yang memenuhi setiap inci tubuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun