Dan perusahaan akan melakukan hal yang sama. Menyuruh tanda tangan surat pernyataan. Memberi sedikit uang. Lalu lepas tangan.
Karena kami, buruh pabrik, tidak punya apa-apa. Tidak punya suara. Tidak punya perlindungan.
Kami hanya punya tangan yang bekerja. Sampai tangan itu rusak. Sampai tangan itu tidak berguna lagi.
Dan ketika itu terjadi, kami dibuang. Diganti dengan tangan yang baru. Yang masih utuh. Yang masih bisa bekerja.
Seperti mesin.
Aku melirik jari telunjukku yang kaku. Lalu aku kembali mengangkat kardus. Satu. Dua. Tiga.
Mesin-mesin terus berdentang. Keras. Tanpa henti.
Dan aku, Poniyem, hanya satu dari ribuan pekerja yang terjebak di dalam dentangan itu. Hidup. Tapi tidak benar-benar hidup.
Lastri sudah pergi. Dan sebagian dari diriku ikut terkubur bersamanya. [IM]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI