Kita hidup di era yang banjir informasi. Segalanya ada di ujung jari, terasa mudah sekali diakses.
Tapi anehnya, limpahan informasi itu tidak otomatis membuat kita lebih paham. Malah seringnya kita justru kebingungan. Lalu ragu harus percaya yang mana. Ironis, kan?
Keraguan ini juga bukan terjadi begitu saja. Ada pihak yang sengaja merancangnya untuk kepentingan mereka sendiri.
Fenomena ini punya sebutan khusus: agnotologi. Studi tentang bagaimana ketidaktahuan diproduksi dan keraguan disebarkan secara sistematis (Stanford University Press, 2008).
Istilah ini dipopulerkan oleh Robert N. Proctor. Seorang sejarawan sains dari Universitas Stanford.
Lewat karyanya, ia menunjukkan bahwa keraguan bisa dibuat seperti produk, bukan sekadar ketiadaan pengetahuan (Proctor, 2007).Contoh klasiknya adalah industri tembakau. Selama puluhan tahun mereka menjalankan strategi terencana.
Mereka tahu rokok mustahil dibuktikan sehat. Maka mereka memilih jalur lain: menanamkan keraguan publik terhadap sains soal bahaya rokok.
Mereka mendanai riset tandingan, menyewa ilmuwan untuk menentang konsensus, dan mendorong gagasan "debat seimbang".
Cara ini sangat efektif. Hasilnya, regulasi kesehatan terkait tembakau tertunda lama (World Health Organization, 2023).
Ini bukan sekadar menyebarkan kabar bohong. Agnotologi bekerja di level yang lebih halus sekaligus berbahaya.
Ia menyerang fondasi pengetahuan. Menumbuhkan ketidakpercayaan pada sumber yang selama ini dianggap tepercaya seperti ilmuwan, jurnalis, dan institusi.