"Nat, bisa jelaskan padaku siapa dia?"
Bola mata Nathan kulihat berputar ke arah kiri seakan mencari sesuatu yang bisa dijadikan sebagai alasan. Mau berkelit apa lagi sekarang?
"Ehm, dia, dia....."Â
"Aku Nadia, pacar Nathan. Kamu teman Nathan satu kampus kan? Tapi aku yakin jurusan kalian berbeda. Kulihat kamu bukan anak teknik kan?"
Aku terkejut. Dia bersuara. Dia memotong pembicaraan kami tanpa permisi. Sopankah? Wanita itu memperkenalkan diri di hadapanku dengan sangat ceria penuh suka cita. Tak sadarkah dia bahwa dirinya seorang pelakor?
Otakku berpikir cepat. Dalam kasus ini, bisa jadi wanita berwajah sumringah ini tak tahu latar belakang Nathan yang sebenarnya. Kalau mencari orang yang pantas disalahkan, Nathan lah orangnya. Dia bukan hanya menduakanku namun juga telah tega membohongi pacar barunya. Ribuan pertanyaan yang mampir ke kepalaku seakan menguap ke udara. Tak ada lagi yang perlu aku pedulikan tentang kisah mereka. Kapan mereka bertemu, kapan mereka selingkuh, dan pertanyaan lain yang mengacaukan pikiranku. Aku sungguh-sungguh tak ingin tahu apapun lagi tentang Nathan. Dia sudah menjahatiku. Teganya dia menduakanku. Rugi rasanya jika hanya aku yang terluka disini.
"Aku Elsa," ucapku sambil menjabat tangan wanita berwajah mungil itu.
Lalu hal berikutnya adalah aku berusaha sekuat mungkin agar tidak tampak bahwa aku gemetar untuk mengucapkan kalimatku selanjutnya.
"Aku juga pacar Nathan,"
"Tadinya."
"Tapi sekarang sudah tidak lagi."