Dengan sekuat tenaga aku berusaha untuk tegap berdiri. Secara singkat kuambil semua buku yang terjatuh dan berniat hengkang dari tempat itu secepat kilat. Aku harus segera melepaskan diri dari Daniel yang sudah seperti gulma. Sengaja kubuat langkah panjang-panjang hingga rambut sebahuku melambai-lambai ke belakang menimbulkan ritme yang teratur. Sambil berjalan yang sedikit berlari ini aku merapikan kemeja yang sempat kusut lantaran kejadian naas tadi.Â
Ah, sungguh diluar dugaan. Siapa sangka aku melihat Nathan. Sepertinya ia baru saja turun dari mobil. Untunglah Danie si pengganggu sudah kutinggal jauh di belakang.Â
Nathan yang aku tahu sedang melakukan proyek kerja di luar kampus untuk dua minggu ke depan. Tapi aku cukup yakin tidak salah lihat. Siapa lagi pria bertubuh bongsor dan kekar di kampus ini selain dia? Melihat potongan rambut belakangnya saja dapat kupastikan kalau dia adalah pacarku. Tapi, tunggu. Kalau memang hari ini Nathan ke kampus, mengapa tidak memberitahuku sebelumnya? Sebuah kejutan kecilkah? Ya, pasti itu alasannya. Dia memang tipe cowok romantis. Banyak hal yang tak terduga yang dia lakukan untuk menyenangkan hatiku.
Mungkin tak ada salahnya jika aku yang lebih dulu mengejutkannya. Dia pasti senang kalau aku tiba-tiba muncul di belakangnya. Tak sabar aku melihat ekspresi wajahnya saat kukejutkan nanti.Â
Dengan mengendap-endap, aku pun mulai mendekat.Â
"Dor!" teriakku.Â
Aku berhasil. Nathan tampak sedikit meloncat kala kutepuk pundaknya dengan cukup keras. Ia berbalik badan dengan wajah kaget sekali sampai mengelus dada. Ini menggelikan. Aku tak bisa untuk menahan tawa. Di depan Nathan aku mulai terkekeh sambil memegangi perutku yang akan terasa kaku jika kubiarkan tawa ini terus berlanjut. Kupandangi wajah Nathan saat ia membetulkan letak kacamatanya sambil bergumam lirih seperti orang latah.
"Kamu lagi ngapain di sini Nath? Bukannya sekarang jadwalnya magang?" akhirnya aku bisa mengambil nafas normal kembali setelah tawa yang sangat menggelitik perutku sendiri ini reda.
"Ini, aku lagi, ada perlu," jawab Nathan.Â
Deg.Â
Aku benci pikiranku sendiri. Mengapa dari kata-kata Nathan terdengar seperti sebuah kebohongan? Aku mencium adanya sesuatu yang ditutup-tutupi di sini. Tidak biasanya dia gagap seperti itu. Lagi pula ekspresi terkejutnya bukan selayaknya orang yang mendapatkan kejutan kehadiran sang kekasih akan tetapi ini lebih ke orang yang tertangkap basah. Benarkah ini?