Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: "Bertaut"

20 Oktober 2022   20:49 Diperbarui: 20 Oktober 2022   21:00 1559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Untuk hal apapun yang dilalui Jingga.

            "Anak gadis mana yang tidur secepat ini?"

            Sosok Prama muncul dari arah belakangku. Cepat-cepat aku menutup pintu kamar Jingga. "Jangan berisik! Dia sedang tidur," kataku. Mendung yang melingkupiku hadir kembali. Siap menurunkan hujan.

            Kubawa Prama mengikuti langkahku ke dapur. Sudah ada makan malam yang kusiapkan. Makan malam yang lagi-lagi dilewatkan Jingga karena alasan lelah berberes dari kemarin siang.

            "Jingga belum makan?" tanya Prama.

            Aku menggeleng sedih. Kecewa. Akhir-akhir ini, Jingga memang punya hobi baru, yakni mengecewakanku. "Dia selalu begini. Gimana aku gak marah? Gimana aku gak terus ngomel? Dia sama sekali gak peduli dengan kesehatannya," gerutku, sebal. Aku ingin menyalahkan sesuatu yang sudah merenggut Jingga-ku yang baik. Sayangnya, aku tidak tahu apa itu.

            "Sudahlah!" tukas Prama. Tanpa beban dia menyendokkan nasi dan lauk-pauknya ke piringnya, bahkan ke piringku. "Jingga sudah mulai dewasa. Dia akan makan kalau sudah lapar."

            "Dia bisa sakit parah kalau mengikuti pikiran konyol kamu itu."

            "Jangan bilang begitu, Mala! Ucapan kamu itu bisa jadi doa."

            Dadaku mendadak sesak. Aku kehilangan selera untuk menyantap semur ayam yang sebelumnya kuidam-idamkan. "Kalian berdua sama aja. Bulan kemarin kamu suruh Jingga menginap di rumah sakit atau datangi kantor polisi kalau tidak ada angkutan umum untuk pulang. Huh, setidaknya ajarkan Jingga yang baik-baik."

            "Mala, apa kamu berencana hidup selamanya dengan Jingga?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun