“Lakukan kebaikan untuk orang lain, bahkan ketika mereka tidak melakukan kebaikan bagi Anda; orang lain tentu akan berbuat baik kepada Anda. Jika masih ada rasa malu dan takut di hati seseorang untuk berbuat baik, pasti tidak akan ada kemajuan sama sekali.” (Ir. Soekarno)
Pelantikan Kepala Daerah Serentak
Hari ini, Kamis (20/2/25) Presiden Republik Indonesia melantik dan mengambil sumpah/janji para kepala daerah terpilih. Mereka berjumlah 961 orang terdiri dari 33 gubernur dan 33 wakil gubernur, 363 bupati, 362 wakil bupati, 85 wali kota, dan 85 wakil wali kota. Jumlah itu terasa ada satu yang tidak dilantik. Benar. Seorang wakil bupati terpilih meninggal dunia yakni, Yana D. Putra, wakil Bupati Ciamis yang meninggal pada November 2024 Sumber.
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan amanah yang dapat disarikan sebagai berikut:Sumber
- Rasa syukur yang tak henti-hentinya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang kepada-Nya segala doa dipanjatkan dan pertolongan diharapkan. Dari-Nya kesehatan bangsa ini mendapatkannya, terutama para kepala daerah terpilih yang oleh karenya dapat berangkat dan berkumpul di istana Merdeka.
- Ucapan selamat kepada para kepala daerah terlantik.
- Pelantikan para kepala daerah ini sebagai momentum bersejarah, karena terjadi untuk pertama kalinya.
- Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar, urutan keempat dunia dari aspek jumlah penduduk.
- Para Kepala Daerah terpilih bertugas sebagai pelayan rakyat, abdi rakyat, pembela dan penjaga kepentingan rakyat, pejuang untuk perbaikan hidup rakyat
- Varian perbedaan bukan halangan demi pembangunan bangsa dan negara
Suatu perkembangan baru dalam protokol pelantikan para kepala daerah. Protokol itu nampak dari pra pelantikan, pelantikan dan pasca pelantikan.Sumber
- pemeriksaan kesehatan dan baris-berbaris (16 - 17 Februari 2025)
- gladi kotor dan gladi bersih (18 - 19 Februari 2025)
- long march dari Monas menuju Istana Merdeka
- pelantikan dan pengambilan sumpah di Istana Merdeka (20 Februari 2025)
- Retret/pembekalan (21 - 28 Februari 2025)
Beredar dalam berbagai kanal medsos, media daring, media arus utama suasana sebelum, saat pelantikan dan sesudah pelantikan. Nampak para pejabat terlantik bersama keluarga (suami atau isteri, anak dan atau orang tua, anggota keluarga lainnya) cerah wajah.
Ucapan selamat datang dari institusi dan individu, dari kolega dan komunitas baik melalui kanal medsos maupun secara langsung bersua. Sebagai momentum bersejarah, siapakah yang tidak ingin nampak menyodorkan tangan hendak menjabat? Bila kemarin berada di barisan sahabat, hari ini sahabat makin merekatkan diri menjadi kerabat. Bila kemarin berada di jejeran lawan, hari ini merapatkan diri hendak menjadi kawan. Sesuatu yang normal saja di panggung politik praktis.
Sekalipun menggunakan istilah serentak pada pelantikan ini, namun ada yang bersifat istimewa atas acuan UU. Sumber dan Sumber
- Gubernur Aceh dilantik oleh Menteri Dalam Negeri pada Rabu (12/2/25). Provinsi Nangroe Aceh Darussalam memiliki keistimewaan sehingga pelantikan pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih dilantik secara terpisah. Hal ini sesuai UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pasal 69 huruf c menyatakan, pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Gubernur/Wakil Gubernur dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia di hadapan Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam rapat paripurna DPRA.
- Pasal 70 c Undang-Undang yang sama menjelaskan bahwa pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota dilakukan oleh Gubernur atas nama Presiden Republik Indonesia di hadapan Ketua Mahkamah Syar’iyah dalam rapat paripurna DPRK. Maka pelantikan mereka tidak diikutsertakan di Istana Merdeka (20/2).
Demikian halnya dengan beberapa daerah yang masih harus melakukan pemilihan ulang oleh karena faktor kemenangan kotak kosong.
Tagar Indonesia Gelap (#IndonesiaGelap) bagai sedang berkompetisi dengan tagar #kaburAjadulu dan tagar-tagar lainnya di kanal medsos. Luar biasa para pengguna medsos. Izinkan saya menggunakan istilah kaum medsocholic. Kaum medsocholic bagai tak dapat dibendung lagi pada masa ini. Mereka punya daya gedor yang amat kuat yang menggerakkan massa untuk turun ke jalan atau menyikapi suatu masalah secara bersama di dunia maya.
Lihatlah kini muncul cancel culture, budaya baru menolak hingga merontokkan orang tertentu yang sedang berada di puncak kecemerlangan. Orang tertentu itu dapat saja pejabat publik, pesohor seperti kaum selebriti, bahkan mungkin saja para ulama dan rohaniawan dan lain-lainnya.
Demikian halnya dengan demonstrasi sebagai hak warga negara berkumpul, berserikat dan menyampaikan pendapat di muka umum. Demonstrasi (atau unjuk rasa) yang dilakukan oleh para muda khususnya mahasiswa, kaum terdidik merupakan refleksi dari semangat kritisme, idealisme, dan keberanian generasi muda dalam menghadapi berbagai tantangan zaman. Dalam tantangan zaman itu di antaranya yakni "menantang" penguasa yang menelorkan dan menerapkan kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada kepentingan umum. Dalam hal-hal yang demikian, demonstrasi selalu dikaitkan dengan politik praktis yang oleh karenanya mereka disebut parlemen jalanan.
Dalam hari-hari menjelang pelantikan para kepala daerah terpilih, gerakan mahasiswa kembali turun ke jalan menjadi parlemen jalanan. Mereka menyuarakan tuntutan seperti ini:Sumber
- Kaji Ulang Inpres No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025
- Tranparansi status pembangunan dan pajak rakyat
- Evaluasi besar-besaran program Makan Bergizi Gratis (MBG)
- Tolak revisi Rancangan Undang-Undang tentang perubahan keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau RUU Minerba
- Tolak dwifungsi TNI
- Sahkan RUU Perampasan Aset
- Tingkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan secara nasional
- Tolak impunitas dan tuntaskan pelanggaran HAM berat
- Tolak cawe-cawe Jokowi dalam pemerintahan Prabowo
Mungkin 9 tuntutan ini dan tuntutan lainnya yang dianggap sedang terjadi, sedang diabaikan, atau tidak mungkin untuk diwujudkan. Maka, demonstran menyerukannya sebagai Indonesia Gelap.
Jadi, pada akhirnya tulisan ini hendak menyederhanakan dalam satu kalimat pendek: Para Kepala Daerah dan pendukungnya sedang tersenyum cerah, secerah udara di sekitar Monas dan Istana Merdeka, sementara sebahagian di antara warga negara sedang mengalami gerhana yang entah kapan penghalangnya akan bergeser sehingga terlihat cahaya yang mencerahkan tanpa mencemaskan.
Demikian sepenggal catatan tentang suasana beberapa hari lalu, hari ini dan mungkin masih ada lagi pada besoknya dan besoknya lagi.
Umi Nii Baki-Koro'oto, 20 Februari 2025
Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI