Kelok manja bunga kasturi
menyebar harum di antara relung sanubari,
mengisyaratkan tentang tata warna
di antara keindahan yang tak terbaca,
oleh bahtera cinta yang sempat engkau sebut
sebagai kesepian yang disengaja.
Semerbak kisah di antara duri
yang menggores kisah pada luka hati,
rasa nyeri yang menusuk kalbu
menjadikannya cerita yang tabu.
Luruhnya daun menemani luka yang patah
pada bayang kelam yang menyakitkan.
Kenangan sepi yang tak tergapai
menyentuh rindu yang tak berujung,
ditemani dengan gundah gulana
yang menyergap pada tangis haru
menuju keabadian yang menyatu.
NONA!! Kau meneguhkan ikrarmu
pada kefanaan waktu,
yang menuntunmu untuk bertekuk lutut
pada keikhlasan yang lapang.
NONA!! Kekecewaanmu tak mesti digugu,
dengan hati yang keras,
sekeras batu.
NONA!!! Kau mungkin lupa,
tentang dermaga yang sempat kau sambangi
ketika hatimu rapuh.
Bahkan kau menatapnya
dengan mata yang berlinang air mata penyesalan,
sebuah penyesalan akan pilihan
yang engkau sebut sebagai KEBODOHAN!!!
Kala potret musim semi tiba
yang katanya indah di mata,
enak dipandang, dan sedap dilihat.
Kau berjalan menyusuri lorong hampa
pada waktu yang gelap tanpa pelita.
Bisakah sejenak kau singgah dulu di sini, NONA?
Luka yang kau bawa!
Derita yang kau rasa!
Simpanlah sejenak di pangkuanku,
biar nanti kuusap air matamu
yang menetes di kedua belah pipimu
dan berayun di antara lentik bulu matamu.
Sementara itu
kau biarkan luka itu menganga,
di keabadian
yang memancar ke arah jurang,
jurang yang dangkal
tapi gelap gulita,
dan banyak membuat orang celaka!
Waktu yang menuntunmu
kepada kehancuran,
adalah waktu yang nanti akan menyembuhkanmu.